KBR, Jakarta – Konferensi Perempuan Pekerja menolak kekerasan seksual yang terjadi di pabrik. Ini menyusul persoalan perempuan dengan kesehatan reproduksinya hingga kekerasan seksual yang sering terjadi di tempat kerja maupun di rumah.
Penolakan ini disuarakan Perempuan Mahardhika, Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP) dan Marsinah FM, Minggu (21/12) di Kantor Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara.
Dari beragam cerita yang dikumpulkan organisasi Perempuan Mahardhika, terdapat sejumah kasus kekerasan seksual yang menimpa buruh perempuan di KBN Cakung. Koordinator Perempuan Mahardhika, Mutiara Ika Pratiwi menyatakan bahwa pelecehan seksual terjadi ketika buruh perempuan sering disentuh dan dilecehkan oleh para teknisi pabrik ketika teknisi tersebut sedang memperbaiki mesin. Kadang buruh perempuan tak kuasa melawan karena takut jika dipecat.
“Sentuhan melecehkan lainnya juga dilakukan ketika para buruh perempuan pulang. Sebelum pulang biasanya dilakukan cek body, apakah mereka membawa sesuatu dari dalam pabrik ataukah tidak. Pada saat itulah, pelecehan seksual seringkali terjadi,” ujar Mutiara.
Temuan lain yaitu sejumlah buruh perempuan juga telah menjadi korban kekerasan seksual atasannya. "Mereka dibawa ke ruang manajer ketika ruang tersebut kosong, lalu atasannya ini memasukkan jarinya ke vagina buruh perempuan. Ini benar-benar kekerasan, korban berada di bawah ancaman. Karena alasan ekonomi maka mereka tak berani untuk melawan,” paparnya.
Buruh perempuan lain juga tidak bisa menyusui karena tidak adanya ruang untuk menyusui. Yang terjadi, banyak buruh perempuan akhirnya tak bisa menyusui. Badan mereka menjadi demam karena tak bisa mengeluarkan air susu ibu.
Penyebab kondisi ini, situasi kerja yang penuh target dan tidak adanya kontrak, serta diberikan gaji yang murah yang terjadi pada buruh-buruh garmen di Kantor Berikat Nusantara (KBN) Cakung, membuat para buruh perempuan disana menjadi rentan kondisinya.
Ketua FBLP, Jumisih menyatakan bahwa hingga saat ini banyak buruh perempuan yang hanya digaji Rp 2,3 juta, padahal Upah Minimum Kota DKI Jakarta saat ini mencapai Rp 2,7 juta. Hal lain, dari tahun 2005 hingga sekarang, hanya separoh pabrik yang mempekerjakan buruh perempuan selama 8 jam. Selebihnya, mereka bekerja sesuai target dengan rata-rata bekerja 10-12 jam perharinya.
“Buruh perempuan selalu dibayar murah dan sering ditangguhkan upahnya, alasannya perusahaan tidak mampu membayar, padahal perusahaan sudah bertahun-tahun berdiri disana dan tidak pernah punya masalah dengan finansial,” ujar Jumisih.
Konferensi Perempuan Pekerja ini selain akan membahas persoalan buruh perempuan, juga akan mendiskusikan absennya peran negara dalam persoalan buruh perempuan.
“Untuk itu kami menuntut kepada pengelola pabrik untuk membangun posko pembelaan buruh perempuan dimana para perempuan bisa dengan nyaman mengadukan kekerasan yang dialaminya, kami juga menuntut agar ada larangan melakukan kekerasan seksual di pabrik dan penegakan hukum bagi pelaku kekerasan seksual,” tutup Mutiara Ika.
Editor: Pebriansyah Ariefana
Buruh Perempuan Menolak Kekerasan Seksual di Pabrik
perempuan, industri, buruh,

NASIONAL
Senin, 22 Des 2014 15:00 WIB


perempuan, industri, buruh
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai