Bagikan:

Tax Amnesty untuk Konglomerat, PPN 12% Menghimpit Rakyat

Pengampunan pajak bagi konglomerat justru bakal diterapkan, saat kelas menengah terbebani kenaikan pajak jadi 12 persen pada tahun depan.

NASIONAL

Jumat, 22 Nov 2024 16:44 WIB

kemiskinan

Ilustrasi kemiskinan (FOTO: ANTARA)

KBR, Jakarta- DPR mendapat sorotan luas dari publik karena tiba-tiba memasukkan Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty dalam daftar Program Legislasi Nasional Prolegnas Prioritas tahun 2025.

Program ini merupakan kesempatan bagi wajib pajak, terutama mereka yang memiliki harta belum dilaporkan, untuk melunasi kewajiban pajaknya dengan sanksi yang lebih ringan atau bahkan tanpa sanksi.

Jika disahkan, pengampunan pajak ini akan menjadi yang ketiga kalinya pemerintah mengampuni para pengemplang pajak. Program ini sebelumnya dilaksanakan pada tahun 2016 hingga 2017 dan tahun 2022.

Tax Amnesty mulanya bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara, memperluas basis pajak, serta mendorong kepatuhan wajib pajak dalam melaporkan harta dan membayar pajak secara teratur. Namun, pengampunan pajak seringkali dimanfaatkan wajib pajak berpenghasilan tinggi seperti para konglomerat. Pada 2022 lalu, belasan konglomerat dengan harta di atas Rp1 triliun, mendapat pengampunan dari pemerintah.

Menghimpit Buruh

Rencana penerapan kembali tax amnesty atau pengampunan pajak menuai kritik tajam dari kalangan buruh. Wakil Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Kahar S. Cahyono menilai kebijakan ini mengoyak rasa keadilan masyarakat.

Kahar menilai, pengampunan pajak yang diterapkan sebelumnya tidak efektif menambah penerimaan negara. Apalagi, pengampunan pajak bagi konglomerat justru bakal diterapkan, saat kelas menengah terbebani kenaikan pajak jadi 12 persen pada tahun depan.

“Kita tahu bahwa pemberian tax amnesty terhadap konglomerat yang tidak taat bayar pajak ini dapat menimbulkan rasa ketidakadilan di kalangan buruh karena buruh dibebani pajak penghasilan yang itu rutin dibayarkan setiap bulan sementara mereka yang melanggar pajak justru mendapat keringanan,” jelasnya kepada KBR, Jumat (27/11/2024).

buruh
Ilustrasi buruh usai pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Uji Materi UU Cipta Kerja. (FOTO: ANTARA/Aditya Nugroho).

Wakil Presiden KSPI Kahar S. Cahyono mengatakan, jika rencana ini diberlakukan, maka akan semakin memperberat beban hidup buruh yang sudah terhimpit kenaikan harga barang dan jasa, akibat kenaikan PPN.

“Kenaikan PPN itu akan meningkatkan harga barang dan jasa sehingga mengurangi daya beli buruh yang dalam beberapa tahun terakhir kenaikan upahnya sangat kecil bahkan dalam beberapa tahun terakhir kenaikan upah buruh, upah minimumnya itu di bawah kenaikan inflasi,” ucapnya.

Baca juga:

Kahar juga khawatir berbagai kebijakan ekonomi yang membebani rakyat akan melanggengkan gelombang pemutusan kerja.

“Kemudian dengan adanya kenaikan PPN akan meningkatkan biaya produksi dan dampaknya memaksa perusahaan untuk melakukan efisiensi termasuk melakukan pengurangan tenaga kerja atau PHK,” imbuhnya.

Bantah RUU Titipan

Rencana tax amnesty mencuat, setelah kalangan anggota DPR RI Komisi Keuangan berinisiatif mengusulkan revisi Undang-Undang tentang Pengampunan Pajak pada tahun depan.

Ketua Komisi bidang Keuangan di DPR RI, Misbakhun menyatakan berkomitmen mendukung visi misi pemerintah Presiden Prabowo Subianto, termasuk dalam hal pengampunan pajak. Kalangan Dewan mengklaim, rancangan peraturan ini bukan titipan dari konglomerat.

Merespons usulan DPR itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan masih akan mengkaji secara mendalam usulan DPR RI mengenai pelaksanaan tax amnesty jilid tiga.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Dwi Astuti menyatakan masih perlu memahami menyeluruh isi dari Rancangan Undang-Undang tentang Tax Amnesty sebelum memberikan tanggapan lebih lanjut.

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending