KBR, Jakarta - Indonesia diklaim bisa lebih cepat menjadi negara maju jika sudah bergabung dengan Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). Keyakinan itu disampaikan Sekretaris Jenderal Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) Mathias Cormann, usai bertemu Presiden Prabowo Subianto di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (28/11/2024).
Dalam keterangan pers usai pertemuan, Mathias mengatakan pertemuan dilakukan untuk membahas percepatan proses aksesi Indonesia untuk menjadi anggota OECD.
"Ya, ada dukungan yang sangat kuat bagi keanggotaan Indonesia dalam proses aksesi ke OECD dari seluruh anggota OECD. Minggu lalu, baik Presiden Biden, maupun perdana Menteri Inggris, perdana menteri Starmer, keduanya menyatakan dukungan yang kuat saat melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Prabowo. Hari ini, presiden Prabowo kepada saya menegaskan kembali komitmen kuat Indonesia untuk terlibat dalam proses aksesi ke OECD, dan kami sangat berharap dapat bekerja sama dengan kabinetnya," kata Mathias di Istana usai bertemu Prabowo, Kamis (28/11/2024).
Indonesia sudah masuk daftar kandidat aksesi untuk menjadi anggota OECD, sejak akhir pemerintahan Presiden ke-7 Jokowi.
Mathias mengatakan, keanggotaan OECD dapat membantu Indonesia bisa lebih cepat untuk menjadi negara maju.
Dia menyebut, soal proses aksesi, tak ada masalah yang memberatkan Indonesia. Saat ini Indonesia hanya perlu menyelesaikan proses aksesi saja.
"Dewan OECD telah memutuskan untuk membuka diskusi aksesi dengan Indonesia. Saat ini, apa yang telah ditunjukkan oleh Indonesia dalam permintaannya adalah komitmen untuk menyelaraskan dengan praktik terbaik global dan standar OECD untuk terus meningkatkan kinerja perekonomian Indonesia dan terus meningkatkan hasil ekonomi sosial dan lingkungan di Indonesia," imbuhnya.
Peluang dan Tantangan
Lembaga Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengungkap peluang dan ancaman Indonesia bergabung dengan OECD.
Peneliti Indef Ahmad Heri Firdaus mengatakan keikutsertaan Indonesia harus dibarengi dengan perbaikan struktur ekspor. Sebab menurutnya, saat ini Indonesia lebih banyak mengekspor produk setengah jadi atau bukan produk final.
Kondisi ini terlihat melalui data pengguna akhir atau share of end-use industri.
"Ini di satu sisi ya peluang kita untuk bisa meningkatkan peranan dalam global supply change. Tapi di sisi lain juga ini ancaman juga, jangan-jangan nanti kalau struktur ekspor kita masih seperti ini ketika kita masuk ke OECD, kita hanya menjadi negara penyuplai bahan baku. Negara penyuplai produk-produk industri, produk-produk yang nilai tambahnya rendah, yang itu nanti akan diolah lagi menjadi produk bernilai tambah tinggi di negara-negara lain," kata Heri dalam Diskusi Publik INDEF “Untung Rugi Indonesia Masuk OECD” secara daring, Kamis (29/2/2024).
Heri mengatakan, jika pemerintah tak segera mengubah struktur ekspor, Indonesia hanya akan menjadi negara penyumbang bahan mentah.
"Berdasarkan share of end-use Indonesia masih tinggi untuk yang intermediate goods. Ini artinya belum barang final ya," katanya.
Baca juga:
- Airlangga: Indonesia Berproses Jadi Anggota OECD
- Jokowi Bertemu Sekjen OECD, Komitmen Jadi Anggota dalam 3 Tahun
Indonesia menjadi kandidat anggota usai Dewan OECD memutuskan membuka diskusi aksesi, Februari 2024. Indonesia menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang menjadi kandidat anggota OECD.
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, Indonesia ingin meningkatkan daya saing dan keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah.
"Banyak negara mengatakan keanggotaan Indonesia dalam OECD sangat diperlukan. Dengan menjadi anggota OECD, berbagai kebijakan regulasi di Indonesia yang dilakukan akan setara level dengan 38 negara yang tentunya akan menjadi kemudahan bagi negara tersebut untuk melakukan investasi, perdagangan, karena punya komitmen dan standar best practice yang sama," kata Airlangga di Jakarta, Rabu (28/2/2024).
Airlangga berharap keanggotaan Indonesia dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat umum. Seperti meningkatkan nilai investasi, mendorong UMKM menjadi pemain global, hingga meningkatkan kualitas SDM.