Bagikan:

Ini Risiko Pemerintah Hapus Utang UMKM, Petani, dan Nelayan

Presiden Prabowo Subianto telah meneken PP terkait penghapusan piutang macet, namun masih butuh petunjuk teknis dan pelaksanaan yang akan didetailkan melalui aturan di kementerian/lembaga.

NASIONAL

Rabu, 06 Nov 2024 20:42 WIB

Ini Risiko Pemerintah Hapus Utang UMKM, Petani, dan Nelayan

Perajin UMKM membuat shuttlecock di sentra industri shuttlecock di Serengan, Solo, Jawa Tengah, Sabtu (9/11/2024). (Foto: ANTARA/Maulana Surya)

KBR, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto telah meneken dan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 tentang Penghapusan Piutang Macet kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. 

Penghapusan utang itu diperuntukkan bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) bidang pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kelautan, serta UMKM lain.

Prabowo menyebut, keputusan ini diambil usai mendengar aspirasi berbagai pihak, terutama dari kelompok tani dan nelayan.

"Dengan ini pemerintah berharap dapat membantu saudara-saudara kita, para produsen yang bekerja di bidang pertanian, UMKM dan sebagainya, nelayan, yang merupakan produsen pangan yang sangat penting, agar dapat meneruskan usaha-usaha mereka, dan mereka bisa lebih berdaya guna untuk bangsa dan negara," kata Prabowo di Istana Merdeka Jakarta, Selasa (5/11/2024).

Kepala Negara berharap, kebijakan ini bisa membuat seluruh petani dan nelayan UMKM dapat bekerja dengan tenang. Namun Prabowo menyebut, PP ini masih membutuhkan petunjuk teknis dan pelaksanaan yang akan didetailkan melalui aturan di kementerian/lembaga terkait.

"Dan dengan semangat dan keyakinan bahwa rakyat Indonesia menghormati dan menghargai para produsen pangan yang sangat penting bagi kehidupan bangsa dan negara," kata Prabowo.

Salah satu lembaga itu ialah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono menyebut ada 600-an miliar utang nelayan yang akan dihapus. Sakti mengeklaim itu adalah utang di era pandemi COVID-19 yang tercatat badan layanan umum KKP.

"Yang akibat dari karena dulu karena COVID-19, dan lain sebagainya gitu, ya. Tapi, yang seperti apanya kan saya enggak bisa, belum bisa bicara karena itu menunggu (aturan turunan) PP, sedang diproses, jadi dari situ nanti kemudian kita akan lihat," kata Sakti kepada wartawan, Rabu, (6/11/2024).

Baca juga:

Sementara itu, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengeklaim, terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) tentang Penghapusan Piutang Macet, adalah wujud nyata keberpihakan pemerintah terhadap kesejahteraan UMKM, terutama petani.

"Ya, kita doakan, kita support, di hulu agar saudara-saudara kita yang dulu punya utang bisa bekerja produktif sehingga mereka tidak lagi ada utang menunggak," kata Andi kepada wartawan, Rabu (6/11/2024).

Penghapusan utang petani dan nelayan disambut baik Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI). Ketua Umum DPP KNTI Dani Setiawan mengatakan, upaya ini langkah awal yang baik dari komitmen pemerintah menyejahterakan kaum petani dan nelayan.

"Saya kira ini akan menjadi momentum bagi pemerintah untuk menata kembali ya kebijakan pembiayaan bagi sektor informal ya, khususnya petani dan nelayan. Yang merupakan lembaga ekonomi dalam skala mikro ataupun ultra mikro. Jadi ke depan dengan pemutihan hutang Ini sekaligus juga diiringi dengan penataan dan reformasi ya dalam kebijakan pembiayaan petani dan nelayan yang lebih fleksibel, yang mudah yang murah dan yang sesuai dengan kebutuhan," ujar Dani kepada KBR, Selasa, (29/10).

Namun Dani mewanti-wanti pemerintah agar pelaksanaannya tepat sasaran. Kata dia, pemerintah harus mempermudah administrasi, memastikan keakuratan dan validitas data utang. Ke depan, Dani berharap pemerintah menguatkan skema pembiayaan dan mempermudah akses modal bagi nelayan.

Di lain pihak, ekonom CORE Indonesia, Yusuf Rendy Manilet menilai, pemerintah harus bisa memastikan penerapan PP tersebut bisa berjalan sesuai hukum.

Yusuf menyebut, kebijakan ini tentu akan memberikan peningkatan kesejahteraan dan kelegaan finansial khususnya bagi petani dan nelayan. Namun, kebijakan ini juga berisiko menimbulkan moral hazard atau risiko.

"Kita juga paham dan harus akui bahwa kebijakan ini juga bisa beresiko menciptakan ekspektasi bahwa pemerintah akan selalu 'menyelamatkan peminjam yang gagal bayar'. Yang kemudian jika tidak dilakukan secara hati-hati dan juga regulasi yang tepat, akan mendorong perilaku pinjam yang kemudian tidak bertanggung jawab terutama di masa depan," kata Yusuf kepada KBR, Selasa (29/10/2024).

Ekonom CORE Indonesia, Yusuf Rendy Manilet menambahkan, kebijakan penghapusan utang petani dan nelayan akan berdampak pada ekosistem perbankan. Langkah ini akan memengaruhi rasio kecukupan modal ataupun stabilitas keuangan bank yang terkena dampak.

"Di sisi lain kebijakan ini juga bisa mengubah perilaku bank, artinya nantinya bank mungkin akan menjadi lebih konservatif ya, dalam memberikan pinjaman kepada sektor-sektor yang terkena dampak," kata Yusuf kepada KBR, Selasa (29/10/2024).

Yusuf menjelaskan, ke depan, bank-bank pemberi pinjaman akan lebih berhati-hati dan memperketat pemberian kredit. Dampaknya, justru akan merugikan petani, nelayan dan kalangan usaha mikro yang benar-benar membutuhkan akses pembiayaan.

Baca juga:

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending