KBR, Yogyakarta - Berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada akhir Juni 2024, total outstanding pinjaman perseorangan pada pinjaman online (pinjol) mencapai Rp61,52 triliun, naik 14 persen. Dari jumlah tersebut, generasi Z dan milenial mendominasi penundaan pembayaran utang.
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI), Budi Frensidy, mengatakan, kebanyakan gaya hidup Gen Z dipengaruhi oleh FOMO (Fear of Missing Out) atau rasa takut merasa tertinggal karena tidak mengikuti aktivitas tertentu serta kebiasaan hangout, yang menjadi faktor utama mereka terjerat pinjol.
"Saya pikir banyak yang Gen Z ini memang utamanya karena ikut pergaulan yang FOMO dan tadi ya, banyak hangout dan sebagainya. Padahal pada saat yang sama mereka tidak menyadari bahwa membutuhkan biaya besar dan lifestyle itu belum sesuailah dengan kemampuan keuangannya," katanya di sela Sosialisasi Literasi Keuangan di UC UGM Yogyakarta, Kamis (21/11/2024).
Baca juga:
Menurut Budi, fenomena banyaknya Gen Z dan milenial yang terkena masalah pinjol ini disebabkan karena masih rendahnya literasi keuangan. Hal ini perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah dan pihak-pihak terkait agar masalah ini tidak semakin melebar.
"Jadi memang sudah waktunya industri keuangan di bawah OJK sebagai otoritas dan universitas sebagai lembaga pendidikan untuk terus melakukan edukasi, mencerahkan, memberikan insight buat masyarakat," jelasnya.
Selain itu, Budi menambahkan bahwa perlu adanya pemahaman dan kesadaran antara kebutuhan dan keinginan. Dua hal yang berbeda namun terkadang sulit dilakukan oleh mahasiswa maupun masyarakat pada umumnya. Karena itu, kata Budi, perlu pembiasaan hidup yang realistis terutama untuk Generasi Z.
"Gen Z perlu membiasakan diri untuk hidup realistis. Mereka perlu memahami bahwa keinginan itu banyak, tetapi kebutuhanlah yang harus diprioritaskan. Artinya, kendalikan keinginan, jangan terjebak FOMO, dan hindari kegiatan yang membutuhkan biaya besar jika tidak sesuai kemampuan," tandasnya.

Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Departemen FEB UGM, Boyke Rudy Purnomo, menjelaskan masalah keuangan tidak hanya berimbas pada aspek material, tetapi juga memperburuk kondisi mental generasi muda.
Penelitian terbaru UGM menunjukkan hampir 60 persen masalah yang dihadapi mahasiswa saat ini adalah masalah keuangan selain masalah keluarga.
"Generasi Z dan Alpha cenderung lebih sensitif dan mudah tertekan. Ketika mereka menghadapi tekanan finansial atau kebutuhan gaya hidup, mereka memilih jalan pintas seperti pinjol. Ini menunjukkan bahwa langkah edukasi yang terlambat telah menimbulkan dampak buruk yang meluas,” ungkapnya.
Boyke juga menyoroti perubahan pola pengeluaran generasi muda yang lebih banyak dihabiskan untuk nongkrong di kafe. Selain itu, mereka lebih memilih akses internet dibandingkan memenuhi kebutuhan dasar, seperti makan.
"Polanya sudah bergeser jauh dari zaman saya dulu, tetapi pengelolaan keuangan yang baik belum menjadi fokus utama sejak dini," imbuhnya.
Chief Customer Management Officer Home Credit, Cahyadi Poernomo, menambahkan sosialisasi literasi keuangan ini sangat diperlukan di tengah maraknya kemudahan pinjaman online. Sebab saat ini masih banyak generasi muda dan masyarakat yang belum pernah tahu tentang dasar manajemen keuangan.
"Sekitar 10 persen pelanggan di lembaga keuangan merupakan mahasiswa. Karena itu, sosialisasi literasi keuangan kepada generasi muda melalui kegiatan offline diperlukan agar generasi muda memiliki pengetahuan, keterampilan, dan keyakinan baru mengenai layanan keuangan yang dapat diimplementasikan di masa depan," pungkasnya.
Baca juga: