KBR, Jakarta - Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI meminta pemerintah mengkaji ulang rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen tahun depan.
Ketua DPD RI Sultan B Najamuddin mengatakan kenaikan pajak bisa hanya diperuntukkan kelompok barang tertentu. Misal, produk-produk impor.
"Ditinjau ulang dihitung ulang. Pertama besarannya 12 persen, kedua sasarannya. Kalau saya mungkin lebih setuju jangan langsung drastis atau ekstrem kepada seluruh atau diberlakukan sama pada seluruh pengusaha-pengusaha lokal. Apalagi yang baru tumbuh," ujar Sultan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (19/11/2024).
Sultan B Najamuddin menambahkan, masyarakat saat ini tengah dihadapi kondisi ekonomi yang lemah.
Ia mengingatkan pemerintah agar rencana tersebut tidak semakin menggerus daya beli masyarakat. Sehingga kata dia, berdampak pada inflasi yang tidak terkendali.
Sultan juga mendorong pemerintah fokus pada perbaikan dan peningkatan rasio pajak dari kebocoran.
"Secara teori ekonomi kalau pajak itu naik mungkin khawatir juga inflasi juga naik. Nah ini kan tapi tentu ya kami kan tidak pada posisi eksekutif. Kita hanya merekomendasikan coba dipikirkan ulang, ditinjau ulang," katanya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen tetap dimulai 1 Januari 2025.
Hal itu disampaikan Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR, Rabu (13/11/2024).
Sri Mulyani mengatakan kenaikan pajak menjadi 12 persen ini mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
"Sudah ada UU-nya. Kami perlu menyiapkan agar itu (PPN 12 persen) bisa dijalankan tapi dengan penjelasan yang baik," ujar Sri Mulyani, Kamis (14/11/2024).
Baca juga: