KBR, Jakarta - Pemerintah diminta melakukan revisi Peraturan Pemerintah No.75 tahun 2015 soal penerimaan negara bukan pajak di sektor kelautan dan perikanan.
Menurut Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Abdul Halim, di antara poin yang perlu direvisi adalah aturan berat kapal yang diwajibkan membayar tarif ke negara. Aturan ini dianggap membebani banyak nelayan kecil dengan biaya tambahan. Akibatnya mereka terancam gulung tikar karena tidak sanggup membayar.
"Selain menyulitkan pelaku usaha nasional juga berpotensi besar akan menyuburkan praktek monopoli. Karena hanya yang besar akan diberi kemudahan karena yang paling sanggup membayar adalah yang besar-besar, sedangkan yang kecil akan tiarap. Poin-poin yang perlu direvisi adalah perhitungan yang berdasarkan tonase kapal itu diturunkan terlebih dahulu tidak lagi diatur. Kemudian, KKP mengecek lapangan terkait tonase kapal yang ada di Indonesia. Apakah benar, dari data yang ada hari ini 500 ribu kapal, 80% kapal itu adalah 30 grosston ke bawah atau sebaliknya," jelas Abdul Halim kepada KBR, Minggu (1/11/2015).
Abdul Halim menambahkan, berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan ada sekitar 500 ribu kapal di Indonesia. Sebanyak 80% kapal itu didominasi milik nelayan kecil dengan berat di bawah 30 gross ton. Sehingga, dengan aturan baru tersebut akan menyuburkan praktek monopoli oleh pengusaha perikanan besar yang sanggup membayar kepada negara.
Kiara: Rugikan Nelayan, Cabut PP 5/2015
Aturan ini dianggap membebani banyak nelayan kecil dengan biaya tambahan.

Foto: Antara
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai