Bekas presiden Susilo Bambang Yudhoyono meninggalkan banyak pekerjaan rumah di sektor penegakan hukum dan HAM kepada Kabinet Kerja Jokowi-JK.
Ketua Komisi Hukum Nasional (KHN) J.E. Sahaetapy menyebut begitu banyak masalah hukum yang belum tuntas, termasuk memperbaiki kondisi lembaga pemasyarakatan, serta pembenahan di tubuh kejaksaan dan kepolisian. Dia mengibaratkan peninggalan SBY ini sebagai ‘piring kotor yang berbau amis’.
“Piring yang ditinggalkan SBY, bau amis luar biasa. Saya tak yakin jokowi bisa bersihkan piring itu dalam lima tahun ini. Apalagi Jokowi cuma punya KPK sebagai satu-satunya alat yang bisa untuk membersihkan korupsi,” tegas Sahetapy dalam dialog hukum bertema ‘Pekerjaan rumah di bidang hukum pemerintahan Jokowi-JK’, Rabu (19/11).
J.E. Sahaetapy menambahkan, untuk menuntaskan semua masalah hukum ini perlu ada dua budaya yang harus ditegakan, yaitu budaya malu dan budaya bersalah jika melakukan korupsi atau pelanggaran hukum lainnya.
Dia mengusulkan agar Jokowi tak menggunakan ‘gaya Solo’ yang lemah lembut dalam menuntaskan kasus-kasus hukum. Presiden harus menerapkan ‘gaya Batak’ yang tegas dan lugas.
Lima Agenda Keadilan
Sementara itu, Direktur Eksekutif PSHK, Eryanto Nugroho menyebut ada lima agenda keadilan yang harus diperhatikan oleh Jokowi, yaitu pemberantasan korupsi, penegakan dan perlindungan HAM, penegakan hukum lingkungan dan reforma agraria, reformasi lembaga hukum, reformasi legislasi.
Kata Eryanto, kelima agenda itu terlihat dalam visi-misi yang disampaikan Jokowi-JK saat kampanye pilpres. Dia menyebut, tugas menjalankan kesemua agenda itu ada di Kementerian Hukum dan HAM.
“Banyak PR yang harus dijalankan Kementerian Hukum dan HAM Memang diperlukan panglima untuk melakukan reformasi hukum. Dari visi misi Jokowi-JK Banyak beban diberikan pada kemenkumHAM.
Dalam diskusi yang sama, Ketua Umum ILUNI FHUI, Melli Darsa menyebut, Jokowi harus memastikan penegakan hukum yang mampu melindungi para pelaku perekonomian.
“Para investor harus bisa mengakses hukum di Indonesia Harus ada kepastian hukum, karena selama ini banyak dunia usaha memilih menyelesaikan kasusnya di pengadilan arbritase internasional ketimbang menyelesaikan melalui hukum di indonesia,” ungkap Melli.
Masalah penegakan hukum juga disampaikan Hakim Agung RI, Topane Gayus Lumbuun. Dia menyebut saat Jokowi berbicara dalam pertemuan APEC di Tiongkok, presiden banyak bicara soal investasi, namun tak menyinggung soal penegakan hukum.
“Padahal penegakan hukum sumber keberhasilan Indonesia dalam meningkatkan investasi di Indonesia,” tambahnya.