KBR, Jakarta - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kubu Djan Faridz meminta pengurus PPP kubu Romahurmuzy mengalah dan bergabung ke mereka.
Kubu Djan Faridz mengandalkan keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Putusan itu menurut mereka sudah mencabut Surat Keputusan Kementerian Hukum dan HAM yang mengakui kepengurusan PPP kubur Romahurmuzy.
Politisi PPP kubu Djan Faridz, Fernita Darwis mengatakan, secara hukum surat Kemenkumham
tidak berlaku.
"Pihak Rommahurmuzy harus memperhatikan keputusan PTUN itu. Itu upaya hukumnya kan sudah ada keputusannya, sudah keluar keputusan PTUN. Kami berharap agar pihak (PPP hasil) Muktamar Surabaya bergabung dengan kami, kita kembali menjadi satu agar tidak terkesan ada dualisme," kata Fernita kepada KBR.
Pengadilan Tata Usaha Negara mencabut SK Kemenkumham soal kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan kubu Romahurmuzy.
Dalam surat bertanggal 28 Oktober 2014 itu, PTUN meminta PPP Romahurmuzy tidak melakukan tindakan selama proses perkara berlangsung.
Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara itu mengabulkan gugatan dari pengurus PPP kubu Suryadharma Ali. Mereka meminta PTUN menunda pengesahan kepengurusan PPP hasil muktamar Surabaya di Surabaya.
Kubu Suryadharma Ali pun menggelar muktamar di Jakarta pada 30 Oktober lalu. Hasil muktamar memutuskan Djan Faridz sebagai ketua umum PPP yang baru.
Di sisi lain, pengurus PPP kubu Rommahurmuzy menilai keputusan PTUN itu justru menguatkan hasil Muktamar Surabaya yang menetapkan Rommahurmuzy sebagai ketua umum PPP yang baru. (Baca: Putusan PTUN Memperkuat Kepengurusan Muktamar Surabaya)
Suryadharma Ali menjadi tersangka dalam kasus korupsi dana haji di Kementerian Agama. KPK menetapkan Suryadharma Ali sejak Mei 2014 lalu. (Baca: Di Depan SBY, Tersangka Korupsi Haji SDA Mengaku Tak Bersalah)
Editor: Agus Luqman