Bagikan:

Potret Buram Perempuan Migran

Sebanyak 13 perempuan sedang terpekur dan menangis. Mereka bersimpuh, penuh luka. Sejumlah perempuan lain memeluk anak-anak mereka.

NASIONAL

Minggu, 16 Nov 2014 13:18 WIB

Author

Luviana

Potret Buram Perempuan Migran

buruh, siksa, pameran foto

KBR, Thailand- Sebanyak 13 perempuan sedang terpekur dan menangis. Mereka bersimpuh, penuh luka. Sejumlah perempuan lain memeluk anak-anak mereka. Tak tahan meninggalkan anak mereka pergi. Tapi, sang ibu memang harus merantau ke negeri orang, bekerja menjadi tenaga kerja di negeri orang karena negerinya tak memberikan harapan untuk bekerja.

Foto 13 orang yang terpasang dalam bingkai kaca ini begitu menyentak pemandangan siapa pun yang melihatnya. Mereka adalah perempuan yang memutuskan meninggalkan negaranya dan kemudian bekerja di sejumlah negara untuk menjadi Tenaga Kerja Wanita. Dari 13 wajah perempuan TKI yang menjadi korban tersebut, 9 orang perempuan diantaranya adalah warga negara Indonesia.

Foto-foto ini memperlihatkan bagaimana mereka kemudian menjadi korban kekerasan ketika bekerja di negara lain. Ada Siti yang kemudian bekerja di Oman, Hongkong dan Arab Saudi yang kemudian mendapatkan kekerasan ketika bekerja. Tutik yang bekerja di Malaysia atau Sring yang mendapatkan kekerasan di Hongkong.

Foto-foto ini begitu menyentakkan hati para pengunjung pameran di Gedung United Nation Conferension Center (UNCC) di Bangkok, Thailand. Pameran foto diadakan sebagai bagian dari Pertemuan Perempuan  dan masyarakat sipil se-Asia Pasifik yang diadakan oleh Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Deklarasi perempuan Beijing+20.

“Ini begitu menghentak kita, dari 13 foto perempuan yang menjadi korban, 9 korban diantaranya berasal dari Indonesia,” ujar Ahmad salah satu pengunjung dan peserta konferensi.

Data dari International Labour of Organisation (ILO) menyebutkan dari 51 juta tenaga kerja yang bekerja di luar negeri, 21 juta tenaga kerja tersebut berasal dari negara-negara di Asia dan Pasifik. Para perempuan buruh migran di negara-negara Asia Pasifik ini kemudian menjadi korban kekerasan. Kondisi mereka memprihantinkan seperti diberikan upah yang rendah, jam kerja yang panjang, kondisi kerja yang buruk dan tidak mendapatkan jatah makanan yang cukup.

“Yang dibutuhkan adalah tidak hanya advokasi untuk mereka, namun juga menghubungkan mereka untuk menyelesaikan persoalan mereka sehari-hari, misalnya menghubungkan dengan jaringan serikat pekerja-serikat pekerja di negara tempat mereka bekerja, agar jika mendapat persoalan cepat ditangani,” ujar salah satu peserta konferensi dari Pakistan.

Kondisi buruh migran perempuan dari Indonesia pun tak jauh beda. Rata-rata ketika mau berangkat bekerja ke luar negeri mereka sudah mendapatkan perlakukan buruk dari Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI). Kemudian sampai di tempat tujuan, mereka tak boleh menyimpan dokumen pribadi mereka seperti paspor karena disita majikan atau pihak agen PJTKI. Sewaktu mendapatkan kekerasan dari majikannya, mereka tak bisa minta pulang karena dokumen mereka disita oleh majikan.

Potret buram 13 buruh migran perempuan ini memberikan gambaran, bahwa bukan hanya pemerintah saja yang harus bertanggungjawab pada tenaga kerja Indonesia, namun juga industri yang menjadikan mereka komoditas.

Editor: Dimas Rizky

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending