Bagikan:

Jumlah Petani Kritis, Misi Swasembada Pangan Terancam Gagal

KBR, Jakarta - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bustanul Arifin memaparkan bahwa jumlah petani Indonesia semakin kritis. Dari Survei Pertanian 2003-2013, tercatat setiap tahun ada 500ribu petani yang meninggalkan sawah.

NASIONAL

Kamis, 27 Nov 2014 14:30 WIB

Jumlah Petani Kritis, Misi Swasembada Pangan Terancam Gagal

petani, pangan

KBR, Jakarta - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bustanul Arifin memaparkan bahwa jumlah petani Indonesia semakin kritis. Dari Survei Pertanian 2003-2013, tercatat setiap tahun ada 500ribu petani yang meninggalkan sawah.

Salah satunya karena faktor pendapatan petani yang kecil. Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia ini mengatakan jika hal ini terus terjadi, maka misi Presiden Jokowi untuk swasembada pangan dalam tiga tahun terancam gagal.

"Agak sulit untuk tidak mengatakan bahwa sektor pertanian menjadi sangat tidak menarik bagi kaum muda pedesaan yang telah mengalami zaman modern. Lalu kita suruh anak muda ke kampung pegang cangkul? Ya tidak mungkin lah. Mereka udah biasa pegang gadget," kata Bustanul dalam Seminar 'Evaluasi dan Proyeksi Ekonomi Indonesia 2015' di Jakarta, Kamis (27/11).

Menurut data BPS yang dirilis 1 Juli 2014, total pendapatan petani dari sawah, kebun, dan kegiatan sampingan seperti ngojek hanya Rp 12,4 juta per tahun. Ini artinya per bulan rumah tangga petani hanya mendapat Rp 1 juta.

"Jauh dari UMR Indonesia," kata pria yang juga menjabat sebagai Ketua Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan ini.

Jika hal ini terus terjadi, Bustanul menduga tahun 2035 sebanyak 70 persen Indonesia ada di perkotaan, dan tak ada yang mau bertani. Menurut Arifin, ada sejumlah hal yang bisa dilakukan pemerintahan Jokowi untuk menarik hati kaum muda di daerah untuk tak datang ke kota dan meninggalkan pertanian di desa. Misalnya membangun industrialisasi di pedesaan.

"Kita belum pernah serius menggarap Rural on Farm Economy (RNFE) atau industrialisasi di pedesaan. Dan itulah yang nanti jadi penyanggah, yang harus memutar roda perekonomian di desa. Tidak bisa kita menuntut orang tidak ke kota, kalau kita tidak menyediakan lapangan kerja di pedesaan," kata Bustanul.

Editor: Pebriansyah Ariefana

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending