KBR, Thailand - Pemerintah negara-negara di Asia Pasifik menyampaikan laporan mengenai kemajuan dan langkah-langkah yang akan dilakukan pada pembangunan perempuan dalam petemuan yang berlangsung di Thailand, Rabu (19/11).
Pemerintah Indonesia, yang diwakili Deputi Bidang Pengarusutamaan Gender Bidang Polsoskum Kementerian Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, Heru Prasetyo Kasidi, menyatakan Indonesia sudah membangun keadilan gender di bidang ekonomi dan politik. Hal ini bisa ditunjukkan pada kebijakan pengarusutamaan gender di berbagai kebijakan.
Pemerintah menyatakan sedang melakukan implementasi kebijakan perubahan iklim dan membangun kebijakan soal keamanan dan perdamaian pada perempuan.
Heru Prasetya menambahkan bahwa saat ini perlindungan terhadap buruh migran sudah berjalan. Pemerintah akan memberikan pelatihan dan memberi perlindungan pada buruh migran yang akan bekerja di luar negeri.
Salah satu aktivis buruh migran, Erwiana mengapresiasi jika pemerintah konsisten dalam mengeluarkan kebijakan untuk buruh migran. Namun Erwiana juga menyayangkan bahwa kemajuan yang dilakukan pemerintah belum sebanding dengan banyaknya kasus yang menimpa buruh migran Indonesia.
Saat ini misalnya masih ada satu kasus yang terjadi pada calon buruh migran, Yuni Rahayu di Semarang, Jawa Tengah. Yuni meminta izin pulang karena ayahnya meninggal. Namun Prusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) yang akan memberangkatkannya, menuding Yuni melakukan penggelapan.
Saat ini Yuni dihukum penjara selama 6 bulan di Lapas Wanita Klas II Bulu Semarang. Ia dianggap tidak mengikuti tahapan pelatihan di penampungan karena meminta izin pulang
"Harusnya pemerintah tidak menyerahkan begitu saja pada PJTKI dalam mengurus buruh migran. Kasus Yuni membuktikan bahwa PJTKI hanya ingin memperkaya diri sendiri dan tidak mau memahami apa yang terjadi pada buruh migran," ujar Erwiana.
Erwiana berharap agar pemerintahlah yang bertanggungjawab pada buruh migran, dari pelatihan, penempatan hingga jika buruh migran mendapatkan kasus. Karena dilema memang menjadi buruh migran, ia harus keluar dari kemiskinan di desanya, kemudian harus berhadapan dengan PJTKI dan majikan yang tidak banyak memberikan perlindungan.
Persoalan kekerasan yang terjadi pada buruh migran Indonesia ini diharapkan menjadi catatan penting dalam Konferensi perempuan Asia Pasifik: Beijing+20 ini di Bangkok, Thailand.