Seorang pria, sebut saja Udin (bukan nama sebenarnya) tengah berkemas di rumah kecilnya. Itu hari dia berencana meninggalkan istri dan ketujuh anaknya untuk bekerja di Ibukota. Mencari nafkah sebagai sopir truk. Empat belas tahun silam dia meringkuk di penjara karena terlibat rencana pengeboman gereja di Pangandaran, Jawa Barat. Kini Udin bertekad menata hidupnya kembali. Ia tak mau orang tahu jejak kelamnya.
Rencana pengeboman gereja bermula saat ia diajak Hambali, salah seorang petinggi kelompok Jemaah Islamiyah (JI). Dalih rencana teror, menuntut balas atas konflik Ambon pada 90-an akhir.
Rencana untuk menebar teror yang ditawarkan Hambali disambut Udin. Alasannya hanya untuk berperang, seperti yang pernah dilakukannya di Afghanistan pada 1990-1994
“Sejak kecil kayaknya udah ada ke arah sana. Suka film-film perang. Kalau ada film-film perang itu semangat sekali, suka sekali. Sampai dewasa seperti itu. Pengennya dulu itu jadi tentara. Tapi karena apa ya, lama kelamaan backgroundnya sekolahnya mungkin dari pondok pesantren juga, walaupun pondok pesantrennya tidak ada mengarah ke arah situ tapi nggak tahu ya mungkin sudah nalurinya seperti itulah. Sehingga suatu saat istilahnya kalau pemain suka kita main bola, orang itu pasti larinya ke lapangan kan,” ungkap Udin.
Empat tahun belajar perang di Afghanistan membuat dirinya ingin memindahkan arena perang ke tanah air. Namun situasi Indonesia saat kembali justru dalam situasi damai.
Dalam situasi galau, Hambali datang dengan tawaran rencana aksi pengeboman. Udin dan sejumlah anggota Jemaah Islamiyah di Jawa Barat langsung mengiyakan rencana itu. Udin sendiri terpilih jadi pelaksana aksi di Pangandaran.
“Pada waktu itu sebenarnya yang jadi incaran bukan di Pangandaran. Tapi di Tasik. Tapi Tasik kan kota sendiri masa mau di-bom.. Jadi kita pilih di daerah yang memang di tempat yang tidak terlalu banyak orang muslimnya. Walaupun ada muslim, tapi daerah Pangandaran kan daerah tempat seperti itulah yang namanya wisata kan. Akhirnya saya pilih di sana. Sebetulnya saya gak tahu juga itu gerejanya kecil sekali itu.”
Malam Misa, 24 Desember 2000, kelompok Jemaah Islamiyah berencana menebar teror dengan meledakkan bom di sejumlah gereja di Indonesia. Udin yang waktu itu diperintah langsung Hambali kebagian jatah meledakkan bom di Pangandaran.
Udin sebenarnya paham bahwa merusak rumah ibadah umat lain melanggar ajaran Islam. Namun ia tetap berkeras untuk menggencarkan aksinya.
Sebelum aksi, Udin beserta kelompoknya mengadakan uji coba. Waktu itu dia terus mengingat-ingat rumus racikan bom yang pernah dipelajarinya di Afghanistan pada medio 90-an.
Bahan-bahan untuk membuat bom diperoleh Udin dari Dulmatin, anak buah Hambali yang tewas saat diserbu Densus 88 di Tangerang Selatan pada 2010 silam. Bahan baku bom yang diperoleh untuk diledakkan di Pangandaran berdaya ledak ringan.
Beragam rintangan dihadapi saat Udin berencana meledakkan bom pada sebuah gereja di Pangandaran. Dia kesulitan dapat motor pinjaman, sampai jerat razia polisi di tengah jalan.
Lolos dari razia lalu lintas, bersama satu temannya Udin melanjutkan misinya ke Pangandaran. Mencari penginapan untuk meracik bom yang akan diledakkan pada malam misa, 24 Desember 2000.
Sembari merakit bom di penginapan, Udin dan kawannya terus mencari dua gereja yang hendak dijadikan target teror. Target pertama adalah Gereja Bethel Indonesia, gereja seukuran 7 x 10 meter yang terletak dekat Pantai Pangandaran.
Rencana Kholis tak berjalan mulus. Sebab, acara sore di gereja pun hanya dihadiri anak-anak.
Target tak sesuai harapan, rencana Jemaah Islamiyah untuk meledakkan bom serentak pada pukul 9 malam gagal. Walhasil, target dipindahkan ke sebuah hotel di Pangandaran. Namun rencana itupun pupus.
Aksi pun disiapkan menjelang Magrib di malam Natal 24 Desember 2000. Pembawa bom pertama, Unes lebih dulu keluar dari penginapan tempat mereka meracik bom. Namun naas, vespa yang dikendarai baru melaju sampai depan gang penginapan, bom yang dibawa sudah meledak duluan.
Menurut Udin, saksi mata mengatakan Unes terhempas hingga lima meter ke udara.
Aksi bom malam Natal tahun 2000 akhirnya hanya diledakkan di enam gereja di Jakarta. Menurut Udin, aksi di Jawa Barat saat itu bisa dibilang yang paling gagal. Selain di Pangandaran, pelaku bom di Bandung juga gagal meledakkan bomnya di gereja. Ini sebab bom terlanjur meledak di rumah sang perakit.
Rencana Udin gagal total. Ia lantas meninggalkan keluarga dan anak-anaknya selama empat tahun. Selama buron, Udin bersembunyi di sejumlah wilayah di Indonesia dan Filipina dengan menumpang kapal. Sampai akhirnya ia tertangkap di Manado dan mendekam di penjara. Udin mengaku menjadi pelaku peledakkan bom gereja adalah sebuah kesalahan dan dosa baginya.
“Kita menganggap memang suatu kesalahan. Kita tidak boleh berbuat seperti itu lagi lah Ini memang satu kesalahan lah yang tidak boleh diulang lagi.Jelas ini kekhilafan,” jata Udin.
Karena itu, dia beralih ke kegiatan lain untuk menghidupi keluarganya. Sehari-hari, Udin bekerja menjadi sopir truk. Menjauhkan diri dari aksi jihad radikal lainnya, seraya berniat untuk menjalankan segala kebaikkan bagi keluarganya.
“Jihad itu ada arahan-arahan dalam membangun ekonomi untuk ke arah sana. Membikin apa kan gitu. Yang mengarah ke sana lah gitu. Ya ke arah jihad maksudnya. Untuk memperkuat Islam. Memperkuat Islam Indonesia. Biar agak lengkap. Untuk scoop Indonesia dulu lah.”