KBR68H, Jakarta - Badan Standardisasi Nasional (BSN) menemukan produk bersertifikasi Standar Nasional Indonesia SNI palsu. Namun BSN tidak menyebutkan nama produk tersebut. Data Kementerian Perdagangan menyebutkan, dari 8 ribu produk yang ada di Indonesia, baru 900-an yang memiliki SNI.
Kepala Pusat Sistem Penerapan Standar BSN, Kukuh S. Achmad mengatakan, ada dua ciri produk ber-SNI palsu, yaitu tidak memiliki nomer registasi dan peredaran produknya tidak terpantau di Kementerian Perdagangan.
"Tetapi yang paling mudah sebenarnya karena industri yang mendapatkan tanda SNI terdaftar. Dari sisi standardisasinya terdaftar dan dari sisi peredarannya terdaftar dari sisi Kementerian Perdagangan. Kalau SNI sudah diwajibkan harus mendapatkan nomor registrasi di Kementerian Perdagangan. Kalau ke dua nomor itu tadi, maka nomer SNI dipalsukan," kata Kukuh Achmad dalam program Sarapan Pagi KBR68H.
Sementara itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia YLKI menerima aduan produk ber-SNI palsu. Ketua harian YLKI Husna Zahir mengatakan, banyak masyarakat tidak mengetahui kriteria dan standar yang sesuai SNI. Produk itu di antaranya elektronik, alat kesehatan dan makanan.
"Kemungkinan. Jadi ada penandaan SNI, tapi dia abal-abal. Itu mungkin dipalsukan. Jadi tidak jelas dari sertifikat yang mana. (Pengaduan yang masuk ke YLKI barang apa?) Kalau barang memang nggak terlalu banyak. Beberapa barang itu sebetulnya elektronik, makanan juga ada, tapi memang kalau pengaduan yang ada itu lebih banyak jasa, ya. Tapi ada beberapa yang terkait dengan barang. Itu peralatan elektronik, atau kemudian alat kesehatan lebih banyak pertanyaan ke kosmetik atau makanan," terang Husna.
Sebelumnya Badan Standarisasi Nasional (BSN) meminta industri menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI). Ini perlu dilakukan untuk mendukung daya saing terhadap produk dalam negeri untuk menghadapi pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean 2015. BSN juga meminta industri agar menaati aturan tersebut. Bahkan, Kementerian Perindustrian memberikan insentif terhadap penerapan SNI.
Editor: Antonius Eko