Bagikan:

Kepala Daerah Dipilih DPRD, Telpon Genggam Anggota Dewan Akan Disadap KPK

KBR68H, Jakarta

NASIONAL

Senin, 18 Nov 2013 16:04 WIB

Author

Doddy Rosadi

Kepala Daerah Dipilih DPRD, Telpon Genggam Anggota Dewan Akan Disadap KPK

kepala daerah, dipilih dprd, disadap KPK

KBR68H, Jakarta – Kementerian Dalam Negeri akan mengembalikan pemilihan kepala daerah yaitu wali kota dan bupati kepada DPRD. Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan mengatakan, aturan itu sudah dimasukkan dalam RUU Pilkada yang rencananya akan disahkan oleh DPR akhir tahun ini.

Kata Djohermansyah, hanya pemilihan Gubernur yang akan dilakukan secara langsung. Keputusan ini diambil setelah Kemendagri melakukan evaluasi atas pelaksanaan pilkada langsung sejak 2005. Dari evaluasi tersebut, pilkada langsng ternyata banyak menimbulkan efek negatif seperti kerusuhan.  Karena itu, pemilihan wali kota dan bupati akan kembali dilakukan oleh DPRD setempat.

“Saya pikir pemilihan wali kota dan bupati oleh DPRD lebih banyak manfaatnya daripada mudharatnya. Nantinya, pemilihan akan dilangsungkan secara terbuka dan tidak boleh tertutup. Jadi, anggota dewan yang memilih calon wali kota atau bupati akan langsung berdiri. Jadi, publik tahu anggota DPRD mana yang memilih calon A atau B. Untuk meminimalisir praktik uang, Kemendagri akan meminta bantuan Komisi Pemberantasan Korupsi. Jadi, selama proses pemilihan wali kota atau bupati, KPK akan menyadap telepon genggam semua anggota Dewan. Ini untuk mencegah terjadinya praktik politik uang,”kata Djohermansyah dalam diskusi yang digelar di Jakarta, Senin (18/11) oleh KBR68H dan Kementerian Dalam Negeri.

Djohermansyah menambahkan, tidak ada jaminan pemilihan wali kota atau bupati oleh DPRD akan sama sekali terbebas dari politik uang. Namun, cara itu merupakan pilihan yang harus diambil untuk menekan biaya tinggi dari pelaksanaan pilkada yang selama ini sudah digelar.

Kata dia, biaya pelaksanaan pilkada tidak murah. Pilkada di Jawa Barat, ujarnya, menelan biaya hingga Rp1,4 triliun. Padahal, dana sebesar itu akan lebih baik apabila digunakan untuk kesejahteraan masyarakat di daerah itu.

Djohermansyah menambahkan, dari 1.000 –an pilkada yang sudah digelar sejak 2005, 90 persen digugat ke Mahkamah Konstitusi. Kata dia, para peserta pilkada belum bisa menerima kekalahan meski sebelumnya sudah menandatangani deklarasi damai dan siap kalah.

“Para peserta pilkada itu bahkan sudah menyiapkan dana untuk pilkada dan juga untuk menggugat ke MK. Jadi menang atau kalah, mereka sudah menyiapkan dana untuk ke MK. Kalau selisih suaranya hanya sedikit seperti pilkada di Kota Palembang, masih masuk akal untuk menggugat ke MK. Tapi kalau selisihnya jauh dan tetap menggugat itu kan tidak masuk akal,”ujar Djohermansyah.

Sejumlah aturan yang dimasukkan dalam RUU Pilkada yang tengah dibahas di DPR antara lain; Gubernur dan Wakil Gubernur tetap dipilih langsung oleh rakyat; DPRD hanya akan memilih wali kota dan bupati sedangkan wakilnya dari PNS atau non PNS; syarat calon kepala daerah tidak dalam satu keturunan politik dinasti; penyelesaian sengketa dilakukan di pengadilan negeri hingga MA; dana untuk pilkada diambil dari APBD.

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending