KBR68H,Jakarta - Penyadapan Badan Intelejen Australia terhadap pejabat Indonesia telah melanggar Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik, ITE.
Juru bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika Gatot S Dewabroto mengatakan, UU ITE bersifat ekstra teritorial atau dapat menjerat pelaku yang berasal dari luar wilayah hukum Indonesia.
Indonesia tinggal berkoordinasi dengan lembaga setempat di negara pelaku penyadapan. Jika para pelaku penyadapan tersebut adalah petugas diplomatik, maka Kata Gatot, status kekebalan mereka bisa dicabut lewat Undang-Undang Luar Negeri.
"UU ITE itu ada yang namanya pasal ekstra teritori. Bahwasanya yang melakukan di luar pihak Indonesia itu bisa dilakukan atau dijerat dengan Undang Undang tersebut. Kemudian kita tinggal berkoordinasi dengan otoritas negara yang bersangkutan. Dalam diplomatik, kita tahu apa pun misi asing yang ada di sini, sebaliknya misi Indonesia yang ada di luar itu diberikan imunitas. Itu diatur di Undang undang nomor 37 tahun 1999. Tetapi di Pasal 17 bahwasanya pemberian imunitas itu tidak boleh bertentangan dengan Undang Undang. Nah, kalau sudah bertentangan dengan Undang Undang imunitas itu pun bisa dicabut dan ujung ujungnya pemeriksaan atau investigasi terhadap lembaga yang bersangkutan," terang Gatot dalam Program Sarapan Pagi KBR68H, Selasa (19/11).
Disadap Lewat Udara
Sementara itu, Badan Intelejen Australia disinyalir menyadap telpon genggam sejumlah pejabat Indonesia lewat udara. Sekjen Asosiasi Telekomunikasi Selular Indonesia Dian Siswarini mengatakan penyadapan lewat udara dilakukan dengan mencegat transmisi gelombang seluler di antara pemancar. Cara itu sangat rumit dan harus didukung oleh teknologi canggih.
"Jadi ada satu penyadapan yang dilakukan di udara diantara pembicaraan dengan signal dan transmiter, ada juga yang melakukan penyadapan di pusatnya seperti itu. Jadi tekniknya ada dua, dan ke duanya bisa dilakukan," kata Dian Siswarini dalam program Sarapan Pagi KBR68H (19/11)
Pemerintah Indonesia menarik Duta Besar Indonesia untuk Australia, Nadjib Riphat Kesoema. Penarikan ini menyusul dugaan penyadapan yang dilakukan pihak Australia terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan sejumlah pejabat Indonesia. Penyadapan terjadi pada Agustus 2009.
Editor: Antonius Eko