“Paus yang mati dari jenis paus pilot whale. Jenis ini terbagi dua, yang short dan yang long. Untuk jenis short ini mereka senang sekali bermain di perairan tropik, sedangkan yang jenis long mereka senang sekali bermain di perairan dingin. Untuk jenis pilot whale mereka hidupnya sangat kompak dalam grup, jadi punya leader yang selalu membawa grupnya dalam mencari makanan dan lain-lain. Seringkali pilot whale ini terdampar ketika dalam proses pencarian makanan ataupun sama dengan paus-paus yang lain, mereka sering sekali terdampar gara-gara adanya gangguan seismik,” kata Pramudya, aktivis lingkungan dari JAAN yang datang ke lokasi.
Matinya 44 paus yang terdampar pertama kali diketahui oleh warga setempat. Menurut Frans Salem, Sekeretaris Daerah Provinsi NTT, warga berusaha mengembalikan paus ke laut. “Tetapi ikan kembali lagi ke darat. Sehingga 41 ekor mati, 3 ekor sekarat.”
Dari jumlah 44 ekor paus, sekitar 30 ekor panjang 5 meter, diameter kurang lebih 1,5 meter, selebihnya panjangnya di atas 5 meter. Dari 41 ekor yang sudah mati ini 11 ekor dipotong oleh warga untuk diambil dagingnya, sedangkan yang lainnya dikuburkan secara massal.
Pram menyayangkan warga yang menkonsumsi ikan paus karena harusnya tidak untuk dikonsumsi. “Secara klinis atau kesehatanpun banyak penelitian yang menyebutkan bahwa jenis-jenis paus atau lumba-lumba dagingnya banyak mengandung merkuri, jadi tidak direkomendasikan sebagai makanan.”