Bagikan:

Rekomendasi untuk Perbaikan Tata Kelola Hutan Indonesia

Setelah berjalan sekitar tiga tahun, kajian tentang tata kelola hutan (forest governance) oleh Jaringan Tata Kelola Hutan (JTKH) Indonesia telah mendekati tahap akhir. Instrumen penilaian berupa dokumen Kriteria dan Indikator versi 2.0 telah digunakan unt

NASIONAL

Rabu, 21 Nov 2012 08:57 WIB

Author

Artha Senna

Inisiatif penilaian atas kondisi tata kelola kehutanan ini muncul sebagai respon atas semakin besarnya perhatian dunia internasional terhadap praktik pengelolaan hutan hujan tropis yang mempengaruhi konsentrasi emisi gas rumah kaca, baik sebagai emitter (penyumbang) maupun sebegai penyerap karbon. Kondisi ini mendorong munculnya berbagai inistif global terkait mitigasi perubahan iklim pada negara-negara yang masih memiliki tutupan hutan tersisa. Tentunya kehadiran inisitif tersebut diharapkan dapat mendukung upaya penyelamatan kawasan hutan tersisa dari kehancuran. Di Indonesia, berdasarkan laporan Forest Watch Indonesia menunjukkan bahwa trend laju deforestasi selalu meningkat sejak 1996, menjadi 2 juta ha per tahun di tahun 20001. Sedangkan kurun waktu 2000-2009, walaupun telah mengalami penurunan dari periode sebelumnya, laju deforestasi di Indonesia masih dapat dikategorikan tinggi, yaitu sekitar 1,5 juta ha per tahun2. Patut disayangkan jika inisiatif global untuk membantu pencegahan deforestasi dan degradasi hutan di negara-negara berkembang ini dipandang sebatas proyek semata, tanpa ada upaya sistematis untuk mengatasi persolaan mendasar pada tata kelola kehutanan itu sendiri. Penegakan hukum yang lemah, kapasitas kelembagaan manajemen hutan pada level tapak yang lemah, tumpang tindih kebijakan hingga permasalahan tenurial yang melahirkan berbagai macam konflik multidimensi. Dokumen kriteria dan indikator penilaian tata kelola kehutanan dari kajian ini diharapkan dapat membantu stakeholder khususnya para pengambil kebijakan untuk melihat kesenjangan antara kondisi ideal dengan realitas di lapangan dari aspek, transparansi, partisipasi, akuntabilitas dan koordinasi. Dan tentunya dari temuan-temuan itulah kemudian dirumuskan prioritas tindakan dalam rangka perbaikan tata kelola di sektor kehutanan. Untuk menindaklanjuti hasil penelitian ini, Yulistia Rahman dari ICEL merekomendasikan agar, “dilakukan peningkatan kapasitas pengetahuan dan teknis bagi masyarakat maupun instansi pemerintahan dalam konteks pemenuhan hak prosedural dari masyarakat, yaitu ketersediaan informasi, partisipasi, dan akuntabilitas.” Linggarjati, Direktur Eksekutif Yayasan Jari dari Kalimantan Tengah mengatakan, “pemerintah dan lembaga publik harus melaksanakan mandat Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik dengan segera membentuk Pejabat Pengelola informasi dan Dokumentasi di seluruh instansi pemerintah dan lembaga publik lainnya, baik di pusat maupun di daerah.”

Sedangkan Bernadinus Steni dari Perkumpulan HuMa menyatakan, “mendorong pelaksanaan musrenbang terkait sektor kehutanan yang lebih terbuka, partisipatif dan akuntabel sehingga mampu melahirkan rencana kerja dan anggaran yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, terutama masyarakat dan komunitas lokal.

Selain itu perlu langkah nyata untuk, “mendorong pembagian Dana Bagi Hasil (DBH) SDA Kehutanan yang berkeadilan dengan memperhatikan kawasan hutan sebagai bagian dari bentang alam serta mendistribusikan manfaat pendapatan kehutanan secara adil melalui pemberian insentif buat masyarakat di sekitar dan di dalam hutan”, seperti disampaikan oleh Made Iwan Dewantama, peneliti dari SEKALA.

”Pemerintah harus mengawal dan memastikan agar proses rekonsiliasi data kehutanan dilakukan secara transparan dan melibatkan partisipasi aktif publik. “Keterlibatan masyarakat secara penuh di dalam konteks manajemen hutan juga perlu dijamin, mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai dengan tahap pengawasan”, tambah Christian Purba, peneliti dari Forest Watch Indonesia.

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending