Menurut Darmawan Liswanto, Direktur LSM Lingkungan Flora Fauna Indonesia FFI, mengakui keadaan itu.“Realitas dan faktanya memang begitu. Kita bisa lihat kondisi di pasar burung, isinya bukan cuma burung tapi berbagai satwa. Bahkan satu bulan terakhir kita lihat beberapa operasi, misalnya ada 14 kulit harimau di Jakarta yang berhasil disita. Kondisi itu saya kira cukup jelas menggambarkan bahwa perdagangan satwa liar masih sangat marak.”
Persoalannya menurut Darmawan, bukan makin dilarang makin marak, namun kecenderungan permintaannya meningkat sehingga harganya juga meningkat. “Jadi perlu ada tindakan tegas untuk hal ini.”
Sementara menurut Darori, Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen PHKA), pihaknya sudah berusaha semaksimal mungkin dengan berbagai usaha. “Contohnya dalam waktu dua bulan terakhir, saya sendiri ikut turun ke lapangan menangkap hampir sepuluh lembar kulit harimau yang akan diselundupkan, berarti permintaan seperti itu luar biasa. Memang ini sangat canggih cara-caranya dan juga mengingat luasnya wilayah kita menjadi hambatan, contohnya burung yang ada di Maluku diselundupkan lewat laut atau udara. Mungkin anda tahu ada yang membawa burung cendrawasih dari Papua, itu dengan canggihnya burung itu dikasih obat tidur dikantongi di jas, di X-Ray tidak terdeteksi, ini suatu hal yang luar biasa. “
Dari data di lapangan, karena permintaan yang tinggi membuat harga hewan langka juga tinggi. “Contohnya kemarin kulit harimau satu lembar ada yang harga Rp 50 juta, itu tergantung permintaan pasar, semakin langka semakin tinggi, kita tidak ada nilai harga tapi yang jelas apapun itu dilindungi dilarang,” tambah Darori.
Darori optimis dengan ditambahnya hukuman, seperti saat ini sedang disusun perubahan UU No. 5 Tahun 1990 menjadi ancaman hukuman minimal 5 tahun dan maksimal 20 tahun akan berdampak.
“Draf revisinya sudah dibuat dan tahun 2012-2013 masuk ke DPR itu kemudian dibahas dan mudah-mudahan DPR segera bisa setuju.”