Bagikan:

Pemerintah Inkonsisten Atas Swasembada Pangan

Selain empat komoditas lain, beras merupakan pangan yang menjadi perhatian dan prioritas pemerintah. Sedari awal pemerintahaan SBY telah menjadikan beras sebagai salah satu penanda keberhasilannya.ditargetkan pada akhir masa jabatannya, 2014, ada 10 juta

NASIONAL

Rabu, 21 Nov 2012 08:57 WIB

Author

Artha Senna

Untuk mengejar target itu, pemerintah melakukan dua strategi, yaitu peningkatan produksi beras dan pengurangan konsumsi beras. Produks ditingkatkan dengan pendekatan perbaikan infrastruktur irigasi, revitalisasi penyuluh dan penggunaan benih berkualitas (hibrida).sementara pengurangan konsumsi dengan pendekatan program diversifikasi pangan.

Tak ada yang salah dengan target tersebut andai saja diimbangi dengan strategi dan pendekatan yang tepat. Tanpa itu, target itu hanya akan menjadi angka-angka diatas meja belaka. Dan jika gagal rakyat bisa menagihnya.

Rupanya strategi yang dibuat tidak cukup efektif dalam mencapai target tersebut. Betapa tidak, soal ketersediaan lahan tidak terselesaikan. Sehingga konflik lahan dan konversi lahan terus terjadi. Setiap tahun tak kurang dari 110 ribu ha, sawah beralih fungsi, baik untuk perumahan/industri untuk di jawa atau untuk perkebunan sawit di sumatera-kalimantan. Sementara target pencetakan sawah baru tak sesuai rencana. Saat ini pencetakan sawah baru kurang dari sawah yang terkonversi setiap tahunnya.

Pun demikian soal kebijakan paket input yang digunakan. Penggunaan benih hibrida jauh dari harapan. Tak hanya lebih rentan serangan hama penyakit, gagal panen, juga menghilangkan potensi benih lokal. Demikian dengan penggunaan pupuk anorganik yang berlebihan telah menurunka kualitas lahan. Sampai saat ini sebagian besar kondisi sawah di jawa terutama, dalam kondisi rusak. Kandungan unsur organik jauh dibawah ideal. Kinikandungan organik dalam tanah hanya kurang dari 2 persen saja. Sementara infrastruktur irigasi masih jauh dari cukup. Saat ini masih ada 2(0 ribu ah (10 %) dari 2,3 juta yang ada.

Situasinya tambah berat dengan tekanan perubahan iklim yang tak ditangani secara tuntas dan gejolak situasi pangan dunia yang terus terjadi mempengaruhi situasi pangan dalam negeri akibat ketergantungan pangan impor yang tinggi.

Persoalan lemahnya koordinasi dan egosektoral juga terus terjadi. Secara keseluruhan antar kementerian tidak sejalan seirama bahkan kadang menegasikan dalam pencapaian target tersebut.

Revisi target indikasi inkonsistensi

Tidaklah mengherankan jika kemudian pemerintah melakukan revisi atas target 10 juta ton beras. Jika sebelumnya pemerintah menargetkan produksi padi pada tahun 2012, sebanyak 74 juta ton GKG atau setara dengan 41,4 juta ton beras. Tahun 2013 sebesar 77,7 juta ton GKG atau setara dengan 43,51 juta ton beras, dan 2014 sebesar 81,6 juta ton GKG atau setara dengan 45,6 juta ton beras. Kemudian direvisi menjadi 67,824 juta ton GKG atau setara dengan 37,98 juta ton beras pada 2012. Tahun 2013 sebesar 72,063 juta ton GKG atau setara dengan 40,35 juta ton beras, dan pada 2014 sebesar 76,567 juta ton GKG atau setara dengan 42,87 juta ton beras.

Revisi target ini dapat difahami sebagai sebuah strategi atau upaya berkelit dari kegagalan pencapaian target yang telah janjikan. Memperhatikan situasi diatas dan fakta yang ada memang menunjukkan kearah kegagalan kecuali memenuhinya dengan jalan impor. Selain persoalan diatas yang terus terjadi, kegagalan juga dapat dilihat dari trend produksi yang ada. Jika dilihat persentase peningkatan produksi selama kurun 2010-2014, yaitu masing-masing 3.06%, 5,5%, 6,75%, dan 3,35%. Jika dilihat dari trendany peningkatan produksi cenderung fluktuatif dan melandai.

Alasan yang dikemukakan pemerintah bahwa revisi target ini karena perubahan konsumsi per kapita per tahun yang diprediksi menurun 1,5% setiap tahun dari 139,5 kilogram per kapita per tahun pada 2010 menjadi 130,99 kilogram per kapita pada 2014 dirasa menjadi kurang tepat. Pertanyaannya apakah benar penurunan konsumsi beras mencapai angka itu?

Kalau pun benar terjadi penurunan semestinya sedari awal penetapan target didasarkan pada asumsi ini. Asumsi ini harus dihitung dalam penyusunan target diawal sehingga target yang ditetapkan benara-benar yerukur. Tidak kemudian ketika target ditetapkan asumsi ini muncul dibelakang hari dan jadi alasan revisi. Revisi ini menjadi lebih kental nuansa politis untuk menghindari cap gagal.

Sejatinya adanya revisi dengan alasan yang janggal ini juga menampakan wajah asli pemerintah. Pemerintah tidak cukup serius mengurus pangan. Pangan tidak cukup dipandang sebagai hal penting.padahal seperti diingatkan the founding father, soekarno, bahwa pangan adalah hidup matinya bangsa.

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending