Menurut Nirwono Yoga, pengamat kebijakan kota yang juga pernah terlibat dalam penyusunan Peta Hijau, dengan dana 3,5 miliar rupaiah ada dua prioritas yang harus dilakukan.
“Pertama, upaya penyelamatan koleksi prasastinya, dari catatan kita itu ada 1.600 prasasti, tetapi yang asli ada 32 di lokasi sejak awal, sisanya hanya pindahan. Masalah kedua, posisi lokasinya kalau hujan terutama di gedung utama itu seringkali banjir, dalam waktu satu jam sudah susut airnya. Jadi dua masalah utama itu yang harusnya kita rekomendasikan untuk ditata ulang sebelum bangunan utamanya rusak terendam air atau koleksinya rusak karena cuaca.”
Museum Prasasti menjadi penting dan perlu diperhatikan tambah Nirwono, karena pertama sebagai ruang rerbuka hijau, catatan kita adalah makam umum tertua di Jakarta, dan lebih tua dari makam-makam tua yang ada di Eropa bahkan di Amerika. Karena berdiri tahun 1795, Amerika paling tua 1803, tetapi dari unsur koleksinya merupakan koleksi yang menyimpan sejarah struktur sosial kota.
“Di sana terdapat beberapa nisan mulai dari jenderal di Batavia, kemudian struktur orang-orang kaya sehingga pasar seni di Batavia zaman dulu. Artinya kalau itu dibuat cerita sebenarnya luar biasa, cuma belum terangkat maksimal. Lalu museum itu kesannya semacam makam atau kuburan yang angker, makanya tidak kita rekomendasikan sebagai tempat uji nyali!”
