KBR, Jakarta- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai Presiden Joko Widodo gagal mewujudkan reformasi polri selama satu dekade memimpin.
Peneliti KontraS, Hans Giovanny Yosua mengatakan, salah satu parameter kegagalan itu ialah makin maraknya pelanggran yang dilakukan anggota Polri beberapa waktu belakangan ini. Selain itu, banyak anggota Polri yang melakukan kekerasan terhadap masyarakat.
"Narasi tentang reformasi Polri itu nampaknya kurang terlihat di pemerintahan Presiden Jokowi ini. Jadi, ada banyak kasus yang muncul seperti kasus Ferdy Sambo, kasus Teddy Minahasa, dan kasus-kasus yang lain. Tetapi, upaya perbaikan dan reformasi secara menyeluruh itu nampak kurang terlihat narasinya," ujar Hans kepada KBR, Selasa, (15/10).
Selain itu, Hans juga menyoroti penggunaan senjata api oleh kepolisian. Penggunaan yang tidak profesional berdampak langsung kepada masyarakat.
"Jadi, memang pengkritikan terhadap kinerja institusi kepolisian selama masa pemerintahan Presiden Jokowi itu seakan naik turun, yang diwarnai dengan banyak peristiwa-peristiwa yang menyita perhatian masyarakat, bahkan bisa dibilang memantik kemarahan masyarakat," imbuh Hans.
Berdasarkan catatan KontraS, sepanjang Juli 2023-Juni 2024, ada 645 peristiwa kekerasan yang melibatkan anggota Polri. Kekerasan itu meliputi penyiksaan, kriminalisasi, peristiwa salah tangkap, serta kasus salah tembak yang dilakukan kepolisian.
Dari ratusan peristiwa tersebut, terdapat 754 korban luka dan 38 korban meninggal. Selain itu, KontraS juga mendokumentasikan 35 peristiwa extrajudicial killing yang menewaskan 37 orang.
Tiga Penyebab
1 Juli lalu, KontraS dalam laporannya tentang "Reformasi Polisi Tinggal Ilusi" yang dirilis bertepatan dengan Hari Bhayangkara 2024, menyebutkan, secara umum ada tiga penyebab mengapa tindak kekerasan dan pelanggaran HAM oleh polisi.
Yaitu, warisan budaya kekerasan Orde Baru, ego sektoral antarlembaha penegakan hukum yang memunculkan persaingan tidak sehat, dan minimnya pengawasan serta akuntabilitas.
Menurut KontraS, 26 tahun pasca-Orde Baru, praktik dan budaya peninggalan era Orde Baru belum sepenuhnya berhasil ditinggalkan lembaga penegak hukum, termasuk kepolisian. Alhasil, cita-cita mewujudkan Polri demokratis yang didorong pada awal reformasi masih belum berjalan.
Baca juga: