KBR, Jakarta- Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengungkap dapat memahami penilaian sebagian publik yang meragukan komitmen Presiden Joko Widodo untuk mewujudkan netralitas pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Juru bicara PKS, Pipin Sopian mengatakan, penilaian itu didasari sikap putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming yang maju sebagai calon wakil presiden pada era kepemimpinan ayahnya itu. Oleh karena itu, PKS berharap komitmen netralitas itu tidak hanya ditunjukkan presiden sebatas makan siang bersama para capres.
"Saya kira kami memahami itu dan tentu kami menghormati undangan itu kenapa capres kami dan hadir (undangan makan siang, red) sebagai bentuk komitmen bahwa kita ingin pilpres kedepan berjalan sukses, tentu kita sangat berharap mudah-mudahan tidak ada mobilisasi pilihan aparat kepada salah satu capres," ucap Pipin kepada KBR, Selasa, (31/10/2023).
Pipin menilai undangan makan siang itu diselenggarakan saat momentum yang tepat. Pasalnya, beberapa waktu terakhir banyak pemberitaan yang menyoroti indikasi langkah Jokowi membangun dinasti politik.
"Sebagai politik panggung depan, Presiden Jokowi mengundang ketiga capres saya kira baik. Tapi ya kita sebetulnya bisa melihat disaat banyak kritik terhadap putusan MK yang memberikan privilege, kemewahan, keistimewaan untuk Gibran dan kemudian masuk keluarga dinasti dan sebagainya, ya cukup efektif untuk menutup pemberitaan bahwa politik kita memang harus netral," ucapnya.
PKS menegaskan Presiden dan penyelenggara pemilu dilarang mendukung salah satu pasangan capres-cawapres demi terwujudnya prinsip pemilu yang jujur dan adil.
"Pemilu Jurdil itu lahir kalau penyelenggaranya profesional tidak berpihak. Kemudian penegakan hukum bagi yang melanggarnya tidak pandang bulu, bersifat impersial, tidak ada perbedaan perlakuan, tidak ada upaya untuk memobilisasi ASN, TNI, Polri untuk memenangkan salah satu calon. Kemudian tidak ada upaya untuk membuktikan sumber-sumber kekuasaan pemerintahan dan dana rakyat untuk mendukung salah satu calon. Saya kira itu fair ya dan itu bisa berjalan dengan adil dengan baik," pungkasnya.
Potensi pelanggaran
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) membeberkan potensi pelanggaran netralitas oleh Aparatur Sipil Negara (ASN), termasuk pemerintahan Presiden Joko Widodo. Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Agustyati mengatakan, potensi keberpihakan itu masih ada meski tidak ada calon presiden petahana pada Pilpres 2024. Alasannya, presiden petahana bisa jadi mempunyai preferensi terhadap salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Baca juga:
"Kalau kemudian petahana itu punya preferensi terhadap salah satu pasangan calon, salah satu peserta pemilu, bisa jadi sumber daya-sumber daya itu digunakan gitu ya untuk memenangkan atau untuk mendukung salah satu pasangan calon," ucap Khoirunnisa kepada KBR, Selasa, (31/10/2023).
Penguatan pengawasan
Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Agustyati menambahkan, kerawanan keberpihakan ini belum diimbangi dengan penguatan pengawasan. Padahal, menurut Khoirunnisa, pengawas pemilu harus memastikan kontestasi pemilu berjalan secara jujur dan adil antara calon yang memiliki kekuasaan dengan calon yang tidak memiliki relasi dengan elektoral.
Khoirunnisa menilai, pengawasan netralitas pada pemilu ini menghadapi sejumlah hambatan. Salah satunya masa kampanye yang lebih singkat dibanding pemilu sebelumnya. Akibatnya, masa di luar kampanye menjadi lebih rawan dari pelanggaran netralitas termasuk upaya menggunakan unsur-unsur birokrasi untuk memenangkan salah satu peserta pemilu.
"Dalam situasi pemilu hari ini yang menjadi salah satu tantangannya adalah masa kampanye kita tuh kan baru mulai tanggal 28 November 2023. Sementara ada masa abu-abu, yang seolah-olah kita tidak bisa melakukan apa-apa di masa-masa sebelum 28 November ini," imbuhnya.
"Jadi kalau misalnya ada dugaan pelanggaran yang dilaporkan ke Bawaslu, sebelum 28 November, Bawaslunya bilang 'Ah ini belum masa kampanye, belum ada calonnya' sebenarnya masa-masa ini harusnya menjadi perhatian karena jadi lebih rawan," sambungnya.
Baca juga:
Atas kondisi keterbatasan kewenangan Bawaslu dalam pengawasan pemilu itu, Khoirunnisa mendorong agar lembaga pengawas pemilu lainnya dapat dioptimalkan. Semisal lembaga Ombudsman RI, Komisi Informasi Pusat maupun pengawas ASN.
"Kita bisa meminta Komisi Informasi Pusat mendorong proses-proses pemilu ini transparan. Atau misalnya membuka ruang-ruang perlindungan pelapor, kalau ada yang ingin melaporkan, jangan-jangan tidak jadi melaporkan karena khawatir takut diintimidasi," sambungnya.
Editor: Muthia Kusuma