KBR, Jakarta- Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyebut, dampak anak yang terpapar timbal (Pb) jauh lebih mengerikan akibatnya dibanding stunting. Hal ini disampaikan Sekretaris Jenderal Pengurus Besar IDI Ulul Albab, saat Seminar Nasional Indonesia Bebas Timbal, Kamis (19/10/2023).
Mengutip laman Unicef, timbal merupakan logam sangat beracun yang terbentuk secara alami di alam. Aktivitas-aktivitas manusia yang berkaitan dengan keracunan timbal antara lain daur ulang baterai/aki asam timbal bekas formal maupun informal, penggunaan pigmen timbal pada pewarnaan cat dan batik, pembangkit listrik tenaga batu bara, penambangan emas tradisional dan skala kecil, pembakaran bahan bakar bertimbal yang mencemari tanah, aktivitas industri, dan limbah kapal.
Ulul mengatakan, paparan timbal pada ibu hamil tidak hanya berbahaya bagi ibu, namun juga bagi janin. Paparan timbal yang terjadi sebelum anak lahir atau saat usia janin sangat muda, dapat merusak perkembangan otak.
"Ini suatu hal yang menurut kami cukup menakutkan. Artinya mungkin lebih mengerikan ini dibanding stunting. Menurut kami karena stunting bisa diintervensi dengan 1.000 hari pertama kehidupan, stunting bisa diintervensi dengan 100 hari pertama kali ketika dia lahir, dengan intervensi nutrisi dan beberapa yang lainnya. Tetapi ketika keracunan timbal, ketika otaknya sudah terganggu, apa yang kita harapkan dari generasi," kata Ulul.
Baca juga:
- Wapres: Ada Daerah Belum Capai Target Penurunan Stunting
- BKKBN: Generasi Stunting Berisiko Berpenghasilan Lebih Rendah
Ulul menjelaskan, individu yang berisiko lebih rentan terpapar timbal adalah perokok, perempuan, ibu hamil, dan penderita hipokalsemia malnutrisi. Namun kelompok yang lebih sering terpapar adalah anak-anak.
Kata dia, dampak buruk dari paparan timbal memang tidak serta merta terlihat. Bisa jadi butuh waktu sepuluh hingga dua puluhan sampai menimbulkan efek yang buruk bagi kesehatan. Hal ini tidak boleh dianggap sepele.
"Jadi kalau boleh dibilang efek timbal itu bukan hanya dari hidung atau dari mulut saja, tapi dari ujung kepala sampai ujung kaki. Sistem saraf pusat bisa kena, pendengaran bisa kena, saraf ototnya bisa kena, pencernaannya juga bisa kena, perutnya bisa kena, bahkan kulitnya juga bisa kena. Dan lebih sering lagi adalah kelompok yang sering terpapar adalah anak-anak dan kita menyepelekan," kata dia.
Editor: Wahyu S.