KBR, Jakarta- Pakar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar, mengkritik komposisi pembentukan tim panitia seleksi (timsel) pimpinan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
"Saya membayangkan orang yang paham kepemiluan. Ini kan timsel KPU miskin orang yang paham kepemiluan. Enggak banyak, miskin banget. Padahal menurut saya harusnya di sinilah substansinya. Apakah tidak boleh masuk politis? Boleh. Masuknya nanti di fit and proper. Presiden kalau mau nitip orang, titip di partai pendukung. Jangan di sini (di pansel)," kata Zainal dalam diskusi daring, Minggu (17/10/2021).
Menurut Zainal, timsel KPU serasa tim sukses (timses) politik. Kata dia, semestinya Presiden Joko Widodo tidak memasukkan figur-figur politis di komposisis timsel. Sebab di dalam timsel ada tahapan yang substantif.
"Makanya saya selalu mengkritik, enggak perlu sebenarnya. Apalagi pilihan orang itu menjadi berganda-berganda. Ada yang akademisi sekaligus menjadi utusan pemerintah misalnya, karena dia memegang jabatan tertentu," kata Zainal dalam diskusi daring, Minggu (17/10/2021).
Ada Dugaan Intervensi
Pakar hukum tata negara dari UGM Zainal Arifin Mochtar menduga, ada intervensi dengan cara memainkan susunan timsel KPU. Dia menilai, pembentukan timsel KPU ini mirip pembentukan pansel KPK yang sempat menimbulkan kontroversi, dua tahun lalu.
"Pansel ini menurut saya, ini agak berbahaya," ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menetapkan 11 orang sebagai Anggota Tim Seleksi (Timsel) KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Dalam Keputusan Presiden, Juri Ardiantoro menjabat sebagai Ketua Timsel merangkap Anggota. Chandra M Hamzah sebagai Wakil Ketua merangkap Anggota, Bahtiar sebagai Sekretaris merangkap Anggota.
Kemudian delapan nama lain yang menjabat sebagai Anggota yakni Edward Hiariej, Airlangga Pribadi Kusman, Hamdi Muluk, Endang Sulastri, I Dewa Gede Palguna, Abdul Ghaffar Rozin, Betti Alisjahbana, dan Poengky Indarti.
Editor: Sindu