KBR, Jakarta- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta kepolisian memiliki standard operational procedure (SOP) khusus dalam menangani demonstrasi pelajar atau anak-anak.
Komisioner KPAI Retno Listyarti mengatakan SOP itu diperlukan berkaca pada demo pelajar sepekan terakhir, di mana polisi dinilai tak punya SOP menghadapi demo pelajar.
Retno salah satunya menyoroti penembakan gas air mata oleh polisi ke arah pelajar yang demo di sekitar DPR pada Rabu lalu (25/9/2019). Menurut Retno, tindakan itu mestinya tidak bisa dilakukan kepada anak meski situasinya mengarah ke rusuh.
"Jadi kalau menurut saya menghadapinya tidak dengan senjata. Karena anak dihadapi senjata mereka pun jadi mudah terpancing juga ya. Maka mereka ambil apa yang bisa. Ini kan menghadapi anak-anak harusnya tidak dengan cara-cara seperti itu, berhadap-hadapan dengan menggunakan senjata, gas air mata, dan lain-lain. Menurut saya ini sesuatu yang kurang tepat," katanya saat dihubungi KBR, Selasa (1/10/2019).
Komisioner KPAI Retno Listyarti menambahkan, polisi seharusnya mengedepankan dialog dan cara-cara persuasif dalam menangani demo pelajar. Kata dia, polisi juga harus jeli meredam emosi pelajar agar tidak berujung anarkis.
"Di Banten, anak-anak sudah siap dengan batu dan kayu, tapi kemudian sikap Kapolseknya (Kapolsek Serpong) maju sendirian dengan mengangkat tangan, dan akhirnya anak-anak yang bawa batu dilepaskan dan kemudian duduk, dan kapolsek meminta anak buahnya beli air mineral. Artinya kan ada tindakan seorang polisi seperti ini bisa dilakukan dalam menghadapi anak-anak," tambahnya.
Sebelumnya, sejumlah pelajar melakukan demo di sekitar Gedung DPR, yang kemudian berujung rusuh pada Rabu (25/9/2019). Hari Senin kemarin (30/9/2019) sejumlah pelajar juga tampak ikut dalam aksi demo yang berujung bentrok hingga malam hari.
Editor: Sindu Dharmawan