KBR, Jakarta- LSM HAM KontraS mendesak Lembaga Perlindungan Saksi dan
Korban (LPSK) mempermudah prosedur pengaduan korban penyiksaan. Staf
Advokasi Hak Sipil dan Politik Kontras Arif Nur Fikri mengatakan, korban
penyiksaan selama ini sulit mendapat perlindungan LPSK lantaran harus
melapor dulu ke kepolisian. Hal ini, menurutnya, menghambat korban
penyiksaan mendapatkan keadilan, kompensasi, dan rehabilitasi.
"Ketika
kita mendampingi korban, dia belum melapor ke polisi, dia tidak bisa
diproses di LPSK. Sementara ini banyak kasus-kasus yang di propam yang
tidak ditindaklanjuti oleh reskrim. Seharusnya LPSK ini punya peran,
ketika misalnya dia tidak bisa melapor, dia bisa melapor ke LPSK. Jadi
nanti didampingi LPSK untuk membuat laporan kasus penyiksaan ke
polisinya," kata Arif di KontraS, (31/10).
"Karena selain mereka mendapatkan perlindungan dari ancaman
dan intimidasi itu, mereka juga bisa mengajukan restitusi atas kasus
penyiksaaan itu, jika memang itu terbukti," ujarnya lagi.
Arif Nur Fikri menambahkan, KontraS mencatat kasus
penyiksaan meningkat dari tahun ke tahun. Sejak Juli 2014 hingga Mei
2015, terjadi 84 kasus penyiksaan dengan pelaku terbanyak dari pihak
kepolisian 35 kasus, TNI 9 kasus dan petugas sipir penjara 15 kasus.
Kelompok yang rentan menjadi korban penyiksaan, diantaranya, warga
miskin, tahanan politik, aktivis buruh dan petani, terduga teroris
maupun kelompok separatis.
Editor: Dimas Rizky