Tiga puluhan warga Indonesia di Adelaide, Australia sepakat menolak UU Pilkada. Aksi penolakan ini dilakukan di Victoria Square, Minggu (5/10). Mereka memakai kostum warna hitam, sebagai simbol berkabung atas matinya demokrasi di Indonesia.
“Pilkada langsung telah melahirkan harapan terhadap demokrasi dengan lahirnya beberapa pemimpin daerah yang. Beberapa juga tidak menggunakan politik uang,” kata Edi Kurniawan, mahasiswa Magister of Public Administration Policy, Flinders University.
Sementara Nuraeni Mossel menyatakan, setiap warga negara berhak memilih langsung pemimpinnya. Pilkada langsung memungkinkan lebih banyak perempuan dapat berperan serta dalam politik di ruang publik. Selain itu rakyat memiliki kontrol lebih besar dalam proses demokrasi.
WNI di Adelaide menyatakan menolak Undang-undang Pilkada dan akan memantau proses lebih lanjut terkait dengan penolakan ini;
Mereka juga menyebut, bahwa kesalahan-kesalahan selama proses Pilkada secara langsung adalah bentuk kegagalan pendidikan politik yang dilakukan oleh partai-partai politik yang ada; dan dengan demikian rakyat yang memiliki hak politik secara langsung tidak dapat dipersalahkan.
Sikpa ketiga, tidak menerima upaya-upaya pencitraan dalam bentuk apa pun dari berbagai pihak yang hanya demi kepentingan politik telah mengatasnamakan kepentingan rakyat. Hal ini tidak lain adalah sebuah pengkhianatan amanah demokrasi dan perwakilan rakyat.
Mereka mendukung langkah permohonan pengajuan uji materi (judicial review) UU Pilkada kepada Mahkamah Konstitusi.