Bagikan:

Mewujudkan Semangat Sumpah Pemuda lewat Gerakan Sabang Merauke

Gerakan ini sengaja didirikan pada 28 Oktober.

NASIONAL

Selasa, 28 Okt 2014 09:49 WIB

Mewujudkan Semangat Sumpah Pemuda lewat Gerakan Sabang Merauke

gerakan sabang merauke sumpah pemuda

KBR, Jakarta – Selamat hari Sumpah Pemuda! Kalau pada tahun 1928 para pemuda Indonesia merumuskan Sumpah Pemuda, apa yang dilakukan anak muda masa kini?


Hari ini adalah ulang tahun yang kedua bagi Sabang Merauke alias Seribu Anak Bangsa Merantau Untuk Kembali. Ini adalah program pertukaran pelajar antar daerah di Indonesia yang bertujuan untuk mengajarkan serta merasakan toleransi bagi anak-anak seusia pelajar SMP. 


Menurut salah satu pendirinya, Putri Lestari, Sabang Merauke akan melanjutkan program pertukaran pelajaran ini. “Pendaftaran Anak Sabang Merauke (ASM) akan dibuka pada bulan Desember tahun ini,” tulis Putri lewat surat elektronik kepada KBR. 


Sejak awal berdirinya, Sabang Merauke mengusung tinggi nilai-nilai toleransi. Para pendirinya percaya kalau toleransi bukanlah sesuatu yang cukup untuk diajarkan, tapi harus dirasakan. “Sebagai gerakan, kami ingin menyebarkan semangat toleransi, pendidikan dank e-Indonesia-an dengan metode yang lebih beragam.”


Selama dua tahun berdiri, Sabang Merauke sudah mendatangkan pelajar-pelajar SMP dari berbagai daerah di Indonesia untuk tinggal selama beberapa pekan di rumah “keluarga angkat” yang disebut sebagai “Famili Sabang Merauke”. Dari pengalaman tinggal di rumah orang lain, yang bisa jadi beda suku, beda agama serta beda kebiasaan, nilai toleransi pun diasah dan dirasakan baik oleh si anak maupun oleh si “keluarga angkat”. 


“Misalnya Apipa dari angkatan pertama. Dia dari Kapuas Hulu. Dia bercerita tentang indahnya toleransi dan pengalaman hidup di tengah keluarga Cina-Kristen. Sementara Ayul dari Halmahera setelah pulang kembali ke rumahnya tergerak untuk mengumpulkan buku dari banyak tempat untuk membuat perpustakaan,” tutur Putri. 


Contoh lain ada dari Majene, yaitu Anak Sabang Merauke bernama Iswan, yang saat ini bersekolah di Samarinda. “Ia berani merantau demi mendapatkan pendidikan yang lebih baik.” Sementara itu Paskalina, kata Putri, berani berdiri di depan mimbar gerejanya dan menyampaikan pendapatnya tentang pendidikan. “Saat itu sekolahnya hamper ditutup.”


Lewat pertukaran pelajar Sabang Merauke ini, Putri meyakini kalau mereka tengah menciptakan duta-duta perdamaian. 


Visi misi toleransi yang diusung oleh Sabang Merauke tak lepas dari pengalaman para pendirinya, termasuk Putri. Putri adalah alumni Jurusan Bahasa Perancis, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta angkatan 2004. Dia juga menjadi bagian dari Kontingen Indonesia bidang budaya saat mengikuti 21th World Scout Jamboree di Essex, Inggris. Putri juga bagian dari gerakan Indonesia Mengajar, yang saat itu bertugas di Pulau Bawean. Ia menjadi guru di SD Negeri 3 Kepuh Teluk. 


Ketika mengajar, ia memutarkan video tentang kehidupan anak-anak di Papua dan NTT. “Di luar dugaan saya, bukannya senang, mereka malah ketakutan,” cerita Putri. 


“Mereka bilang anak-anak Papua hitam semua dan mereka beragama Kristen.”


Putri lantas bertanya kepada murid-muridnya. “Apakah mereka mau berkenalan dengan anak-anak Papua itu? Mereka langsung menjawab tidak.”


Dari situ Putri mulai memikirkan langkah yang perlu dilakukan untuk menjembatani perbedaan ini. 


“Saya menelfon teman saya yang di Kepulauan Sangihe dan Papua. Saya minta anak-anak mereka mengirim surat.”


Betul saja, langkah ini terbukti jitu. Setelah menerima dan membalas surat, anak-anak di Bawean kini bersahabat dengan anak-anak Papua. 


“Setelah jadi sahabat, mereka lupa pernah bilang kalau tidak mau berteman. Bahkan mereka sampai berkirim hadiah, walaupun isinya hanya batu dan pasir gunung!” 


Dari situlah Putri yakin betul akan satu hal, yang juga jadi dasar berdirinya Sabang Merauke,”Sangat penting untuk saling mengenal satu sama lain.”


Lewat gerakan Sabang Merauke inilah Putrid dan teman-temannya berupaya mewujudkan semangat Sumpah Pemuda. “Makna Sumpah Pemuda adalah persatuan – apa pun ras dan golongan kita. Kita adalah satu ketika berbicara dan berjuang untuk Indonesia,” kata Putri. 


Menurut Putri, untuk melakukan itu, setiap orang tidak perlu menjadi orang lain. “Kuncinya adalah menjaga akar budaya kita agar Indonesia tetap kaya dan berwarna-warni.”


Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending