KBR, Jakarta - Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (Sejuk) mengajak wartawan memperbaiki cara meliput agama. Selama ini wartawan dinilai masih sering salah dalam menulis berita agama, akibatnya konflik agama jadi makin panas. Wartawan juga kadang menghakimi kelompok tertentu.
Hal itu disampaikan dalam Peluncuran Buku "Mewartakan Agama" oleh Sejuk di FX Senayan, Jakarta, Jumat (17/10) sore. Acara ini memperingati Pekan Kebebasan yang diadakan di 8 negara Asia.
"Wartawan itu ketika meliput mengenai agama, akan kesulitan melepaskan diri dari kepercayaan agamanya. Misalnya saya Muslim harus meliput Kristen, Ahmadiyah, Syiah. Kalau kita terapkan kode etik sebaik-baiknya, seharusnya kita bisa," kata Endy Bayuni, yang menulis pengantar untuk buku ini.
Ketika meliput peristiwa agama, wartawan tidak boleh menghakimi ajaran agama tertentu. Wartawan tidak boleh menggunakan kata 'aliran sesat' dan sebagainya. Wartawan hanya boleh menulis nama komunitasnya.
"Saya tidak menganjurkan mereka melepaskan kepercayaannya. Yang bisa kita lepaskan adalah jaketnya, identitas agama kita, dan juga lepaskan prasangka-prasangka. Sehingga kita bisa meliput agama yang berbeda dengan agama kita dengan jauh lebih terbuka," kata Endy.
Pendeta Palti Panjaitan dari HKBP FIladelfia mengatakan bahwa wartawan kadang salah menulis beritanya. "Misalnya HKBP FIladelfia bentrok dengan warga. Kata bentrok itu menggambarkan kami ada inisiatif melakukan serangan, padahal yang terjadi adalah kami diserang," ujarnya.
Palti berharap buku ini bisa membantu wartawan menulis berita agama dengan lebih baik. "Sangat membantu. Wartawan akan terbuka cara berpikirnya, lebih objektif," ujar Palti lagi.
Sejuk juga pernah menerbitkan buku Jurnalisme Keberagaman 2013 lalu. Buku ini berisi tips-tips meliput isu keberagaman agama, etnis, dan gender.