KBR68H, Jakarta- Hakim Mahkamah Konstitusi Maria Farida Indrati menolak berkomentar soal rencana pemanggilannya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Maria Farida bersama dengan Ketua MK Akil Mokhtar, menangani sengketa pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah dan Lebak, Banten. Belakangan KPK mencium adanya suap penanganan dua sengketa pilkada itu di MK. Ketika dihubungi KBR68H, Farida meminta masyarakat untuk menunggu proses pengungkapan kasus itu oleh KPK.
"Lebih memilih tidak bicara ke media bu? Iya, lihat saja nanti. Toh nanti berjalan," katanya ketika dihubungi KBR68H.
KPK menetapkan Ketua MK nonaktif Akil Mokhtar sebagai tersangka penerima suap. Ia diduga menerima suap dalam persidangan sengketa pilada Gunung Mas, Kalimantan Tengah dan Lebak, Banten.
Hakim Maria Farida sebelumnya menolak diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi berkaitan dengan kasus pilkada tersebut. Ia beralasan, KPK membutuhkan izin presiden untuk memeriksa hakim MK. Namun, presiden menyangkal pendapatnya tersebut.
Penangkapan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar dalam kasus suap oleh KPK mengejutkan koleganya. Salah seorang hakim MK Maria Farida mengatakan penangkapan Akil mencoreng kredibilitas lembaga yang selama ini dianggap sebagai gerbang terakhir penjaga konstitusi.
Maria Farida mengatakan MK telah memutuskan untuk segera membentuk Majelis Kehormatan Hakim pasca penangkapan Akil Mochtar.
"Karena kita semua terkejut, shock, kita nggak tahu apa yang kita ungkapkan. Ada yang nangis. Karena kita mempertahankan reputasi dan kemandirian MK ini dengan sungguh-sungguh. Semua saling mengingatkan. Kita baru tahu kemarin. Akhirnya kita kumpul di MK sampai jam 3 malam. Akhirnya kita putuskan kita akan membentuk Majelis Kehormatan. Kita tunggu 24 jam, baru kita akan mencari solusinya," kata Maria Farida dalam program Sarapan Pagi KBR68H, (3/10) lalu.
Editor: Doddy Rosadi