KBRR68H, Jakarta - Anggota Komisi Hukum DPR, Sarifuddin Suding menilai Peraturan Pemerintah Pengganti Perundang-undangan tentang Mahkamah Konstitusi (Perppu MK) belum mendesak dikeluarkan. Alasannya, pasca penangkapan Ketua MK Akil Mochtar, delapan hakim konstitusi tetap bisa bekerja. Dalam kurun waktu hampir tiga pekan, MK telah mengeluarkan tujuh putusan terkait sengketa pemilukada. Dia juga menilai Perppu MK bisa mengambil alih kewenangan Presiden, Mahkamah Agung, dan DPR dalam merekrut hakim.
"Lalu di pasal berikutnya soal rekrutmen. Ada seleksi hakim agung yang dilakukan panel ahli. Kalau kita mengacu pada amanat konstitusi kita, di situ ada tiga lembaga penyeleksi: Presiden, DPR dan Mahkamah Agung. Dan masing-masing memiliki pola rekutmen masing-masing. Nah, ketika ini diambil alih panel ahli. Nah, maka Perpu ini telah mengambil alih kewenangan Mahkamah Agung, Presiden dan DPR dalam hal rekrutmen," ungkap Sarifuddin Suding.
Anggota Komisi Hukum DPR, Sarifuddin Suding menambahkan, Fraksi Hanura bersikeras menolak Peprpu MK, karena bertentangan dengan Undang Undang Dasar 45. Salah satu isi Perppu MK yang ditolak Fraksi Hanura adalah larangan politikus menjadi hakim Mahkamah Konstitusi. Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meneken Perppu MK untuk menyelamatkan kehormatan lembaga hukum ini setelah Ketuanya, Akil Mochtar tertangkap basah menerima suap terkait pengurusan sengekta pemilukada. Isi Perppu tersebut di antaranya mengatur proses penyeleksian hakim MK melalui panel ahli dan pemberian kewenangan Komisi Yudisial dalam pengawasan hakim MK.
Editor: KBR68H