KBR68H, Jakarta – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tengah mengkaji permintaan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) kepada Mahkamah Konstitusi. Anggota BPK Hasan Bisri mengatakan BPK hanya bisa melakukan PDTT terhadap laporan keuangan yang terkait dengan keuangan negara. Dia menilai, kasus suap Mahkamah Institusi tersebut tidak berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara di Mahkamah Kontitusi.
“Kapan akan melakukan PDTT ini oleh BPK pak ? Saya masih kaji dulu, sejauh mana relevansi dan urgensinya, kita lihat dulu apa yang sudah dilakukan. Ini kan sebuah tindakan yang lebih ke arah etik dan pidana. Dan tidak ada kaitan langsung,” ujar Hasan Bisri saat berbincang di Program Sarapan Pagi KBR68H.
Pasca penangkapan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar oleh KPK pekan lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan lima butir penyelematan MK. Salah satu butir tersebut adalah adanya audit internal dan eksternal MK oleh lembaga yang berwenang. Lembaga tersebut diantaranya adalah Badan Pemeriksa Keuangan.
Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan enam tersangka dari 13 orang yang diperiksa dalam kasus suap sengketa pemilukada di Mahkamah Konstitusi yaitu Pilkada di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah dan Pemilukada Kabupaten Lebak, Banten.
Dalam kasus Pemilukada Kabupaten Gunung Mas, KPK menetapkan tersangka yaitu Ketua MK Akil Mochtar dan anggota DPR Komisi II Fraksi Partai Golkar Chairun Nisa selaku penerima dan dijerat dengan Pasal 12 C atau Pasal 6 ayat 2 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
KPK juga menetapkan pemberi yaitu Bupati Kabupaten Gunung Mas Hambit Bintih dan Pengusaha di Palangkaraya Cornelis Nalau, dan menjerat mereka dengan Pasal 6 ayat 1 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dalam kasus dugaan suap Pemilukada Lebak, KPK menetapkan Akil Mochtar dan advokat Susi Tur Andayani sebagai penerima dan dijerat pasal 12 C atau Pasal 6 ayat 2 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Editor: Doddy Rosadi