Bagikan:

Uji Kelayakan dan Kepatutan Kepala BIN, Perlukah Kewenangan Menangkap?

"Ada potensi bahwa informasi BIN dipatahkan oleh kerja penegak hukum yang korup dan lamban, maka masukan saya ini menjadi masuk akal,"

BERITA | NASIONAL

Rabu, 07 Sep 2016 13:46 WIB

Uji Kelayakan dan Kepatutan Kepala BIN, Perlukah Kewenangan Menangkap?

Ilustrasi: Wakapolri Budi Gunawan saat menjalani uji di Komisi Pertahanan DPR. (Foto : Antara)



KBR, Jakarta-  Badan Intelejen Negara (BIN) perlu diberikan kewenangan untuk menangkap. Kata  Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI), Boni Hargens kewenangan itu hanya  pada kasus   terorisme dan kejahatan besar lainnya seperti kasus pencucian uang dan human trafficking.

Boni beralasan   kondisional  koordinasi BIN dengan lembaga penegak hukum lain terutama kepolisian tidak berjalan dengan baik.

"Memang saya menyadari ada persoalan konseptual dengan usulan ini karena BIN bukan lembaga penegak hukum yang berwenang melakukan penyidikan, penyelidikan sehingga oleh undang-undang BIN tidak diperbolehkan melakukan penahanan dan penangkapan tersangka. Hanya saja karena masalah koordinasi yang buruk, ada potensi bahwa informasi BIN dipatahkan oleh kerja penegak hukum yang korup dan lamban, maka masukan saya ini menjadi masuk akal," ujarnya kepada wartawan di Kawasan Cikini, Jakarta, Rabu (07/09).

Kata dia, memang diperlukan kehati-hati yang lebih terkait perluasan wewenang BIN tersebut. Oleh karenanya kata dia, perluasan wewenang BIN ini hanya dimungkinkan dalam situasi spesifik seperti laporan intelejen yang tidak dieksekusi oleh penegak hukum sehingga demi kepentingan bangsa dan negara, BIN bisa melakukan hal tersebut.

"Memang akan banyak perdebatan, tetapi apabila kedepan DPR melakukan revisi undang-undang intelijen terkait perluasan wewenang BIN, yang penting adalah adanya ketentuan yang jelas dalam undang-undang tentang tugas dan wewenang BIN dengan tetap memperhatikan penghargaan terhadap hak asasi manusia," ujarnya.

Usulan itu ditolak bekas Juru Bicara Presiden Gusdur sekaligus Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (KIB), Adhie Massardi. Dia beralasan hal itu sangat berpotensi menimbulkan pelanggaran HAM. Dia khawatir nantinya BIN akan banyak melakukan penyalahgunaan wewenang  dalam menjalankan tugasnya.

"BIN itu ya kerjanya tidak ada yang lain selain mencari informasi kemudian menganalisanya lalu disampaikan kepada eksekutornya yaitu kepada Presiden, tidak boleh lebih dari itu. Jika lebih dari itu pasti akan terjadi abuse of power seperti yang terjadi di masa lalu di zaman Soeharto atau yang terjadi di negara-negara totaliter yang lain," ucapnya di Kawasan Cikini, Jakarta.

Kata dia, yang menjadikan kinerja BIN tidak efektif adalah karena buruknya koordinasi antar lembaga. Sehingga kata dia, apabila terjadi suatu peristiwa terkait keamanan negara terkesan hal itu kelalaian BIN. Oleh karenanya kata dia, apabila Pemerintah dan DPR ingin membenahi permasalahan di internal BIN, hal yang paling penting disoroti adalah kepastian berjalannya koordinasi antara BIN dengan lembaga penegak hukum yang lain.

"Saya kita intelijen diseluruh negara demokrasi itu punya kemampuan dalam masalah itu, jadi kalau sekarang BIN ragu soal itu, berarti tinggal mengefektifkan lagi koordinasi dengan lembaga negara lainnya saja," ujarnya.

Sebelumnya Komisi Pertahanan DPR sepakat menyetujui Budi Gunawan menjadi Kepala Badan Intelijen Negara (BIN). Usai menggelar uji kepatutan dan kelayakan, kata Ketua Komisi I Abdul Kharis,  rapat intern memutuskan meloloskan Budi setelah dia menjalani tes tertutup selama hampir 2 jam. Kharis mengklaim keputusan itu disepakati oleh seluruh fraksi.

Budi dinilai memiliki track record baik dan akan mampu menakhodai institusi BIN. DPR yakin pengangkatan Budi Gunawan ini tidak akan menimbulkan konflik di tubuh intern BIN yang banyak diisi oleh TNI.

Abdul menolak mengungkap poin-poin apa saja yang ditanyakan kepada Budi saat tes. Komisi Pertahanan hanya berharap Budi Gunawan bisa mempertanggungjawabkan apa yang dia katakan saat uji kepatutan.

Setelah ini, Komisi Pertahanan akan langsung menyurati pemimpin DPR untuk  mengabarkan hasil uji kepatutan. Besok, rapat paripurna akan mengesahkan keputusan tersebut dan kemudian hasil akhirnya dikirimkan ke presiden. 


Editor: Rony Sitanggang

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending