"Karena sebenarnya entitasnya sama, korporasi media," kata Agus dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (18/9/2016).
Agus Sudibyo menambahkan pertumbuhan pendapatan Google, Facebook, Yahoo, dan seterusnya sangat signifikan dan terus mereduksi pendapatan media nasional.
Mereka, kata Agus, tidak dibebani pajak sehingga bisa mengambil margin keuntungan lebih besar dan menerapkan tarif iklan lebih rendah.
"Dalam konteks ini, penerapan pajak untuk Google dan perusahaan OTT yang lain adalah instrumen penting untuk melindungi kepentingan media nasional," katanya.
Agus mengatakan, pajak untuk perusahaan OTT juga penting dalam rangka menjaga kedaulatan fiskal karena menyangkut potensi pendapatan pajak dalam jumlah yang besar. Google Indonesia menolak menjadi wajib pajak Indonesia dengan alasan bahwa Google Indonesia hanya kepanjangan tangan dari Google Asiapasific yang berkantor di Singapura.
Menurut Agus Sudibyo, hal ini mengulangi apa yang telah terjadi di Eropa. Google di sana digugat beberapa negara karena skandal yang disebut double irish with a dutch sandwich, yakni praktek peralihan kewajiban bayar pajak lintas negara bahkan lintas negara yang bermuara di negara surga pajak seperti segitiga Bermuda.
"Itu yang sudah gugat itu, Inggris, Perancis, Spanyol, Italia, Belanda dan Belgia. Di Inggris itu tahun lalu itu Google harus membayar 130 juta poundsterling. Itu akumulasi pajak Google 5 tahun," ucap Agus.
Agus mengakui Google, Facebook, dan lain-lain telah memberikan banyak manfaatnya bagi masyarakat.
"Tetapi di sisi lain, sebagai korporasi media, mereka tetap harus diperlakukan sama dengan korporasi media pada umumnya," tukas Agus.
Baca juga: Alasan Sri Mulyani Bawa Google ke Forum Internasional