KBR, Jakarta- Lembaga Bantuan Hukum Jakarta menyebut dalam rentang 2012 hingga 2014 ada ratusan ribu kesalahan prosedur dalam proses penyidikan kasus. Pengacara publik LBH, Ichsan Zikry, mengatakan banyak kasus disidik tanpa pemberitahuan kepada penuntut umum atau dibolak-balik tanpa kepastian hukum.
"Di sini ada 255.618 perkara yang disidik, namun tidak ada SPDP (Surat Perintah Dimulainya Penyidikan)-nya. Kalau disidik tidak ada SPDP-nya, jelas itu tidak sepengetahuan penuntut umum. Pastinya tidak pernah ada berkasnya di penuntut umum," ujar Ichsan kepada DPR, Selasa (6/9).
Selain itu, ada 44.273 kasus yang sudah diperintahkan oleh penuntut umum untuk dilengkapi berkasnya, namun tidak dikerjakan oleh penyidik. Padahal, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyatakan jika berkas dikembalikan, penyidik wajib melengkapi dan mengembalikan selambat-lambatnya 14 hari.
Hal ini mengakibatkan banyak subjek hukum tidak mendapatkan kepastian. Sebagai contoh, kata Ichsan, kasus seorang petugas pengisi uang ke ATM bernama Ismail. Sejak 2011 berkasnya masih di penyidik tanpa kejelasan. Hingga kini, Ismail masih berstatus tersangka.
Ketika LBH menanyakan hal ini ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, mereka mengaku belum menerima SPDP dari penyidik sehingga belum ada jaksa peneliti maupun data berkas kasus.
Dari hasil penelitian itu, LBH menilai koordinasi antara penyidik dan jaksa penuntut masih buruk. Menurut Ichsan perlu ada satu sistem daring yang memudahkan koordinasi antara dua pihak tersebut. Selain itu, perlu ada penyamaan data antara kepolisian dan kejaksaan.
Editor: Rony Sitanggang