KBR, Jakarta– Perhutani Jawa Barat dan Banten mendorong petani Majalengka mengadu ke pusat pengaduan Perhutani jika merasa tanahnya diserobot. Hal ini dinyatakan menanggapi konflik antara petani dan Perhutani Majalengka yang sudah berlangsung sejak 2015.
Baca: Konflik Agraria Petani Majalengka
Juru Bicara Perhutani Jawa Barat dan Banten, Ade Sugiharto, menyatakan petani harus siap dengan bukti-bukti kepemilikan lahan. Kata dia, dokumen itu akan dicocokkan dengan yang dimiliki Perhutani.
“Bukti-buktinya mana? Kalau mereka merasa memiliki tanah sekian, ya kami juga punya bukti kepemilikan,” ujarnya kepada KBR, Selasa (26/9/2016) malam.
“Biasanya Perhutani punya namanya Berita Acara Tata Batas. Biasanya BATB itu keluaran tahun 1920 atau 1930 zaman Belanda,” tambahnya.
Ade juga membantah Perhutani melakukan tanam paksa kepada petani setempat. Kata dia, program penanaman seperti pohon kayu putih hanya melibatkan petani yang mau bergabung. Biasanya mereka menggunakan skema PHBM atau pengelolaan hutan bersama masyarakat.
“Biasanya sudah ada perjanjian kerjasama,” imbuhnya.
Sebelumnya, Serikat Petani Majalengka menyuarakan konflik agraria ini dalam aksi di Istana siang tadi. Petani mengaku lahannya dirampas Perhutani Majalengka meski sudah dikelola masyarakat selama puluhan tahun. Petani juga mengaku dipaksa menanam kayu putih.
Editor: Rony Sitanggang