"Kalau masa pencalonan itu sebaiknya calon kepala daerah dan kepala apapun yang dipilih oleh rakyat, termasuk presiden dan wapres sebisa mungkin bebas dari masalah pribadi. Bersih dalam urusan pribadi. Utang-piutang juga jangan ada utang. Orang kalau mau maju jadi kepala daerah kalau bisa jangan punya hutang," kata Fahri, Selasa(13/9).
Menurutnya, ada potensi penyalahgunaan jabatan dan kewenangan jika terpidana yang bersangkutan menang dalam pilkada. Dia khawatir calon yang bersangkutan akan menggunakan kekuasaannya untuk menutupi status terpidananya.
Apalagi sebelumnya, Ketua Komisi Pemerintahan, Rambe Kamaruzzaman, menegaskan bahwa status terpidana calon tidak perlu diumumkan ke publik. Rambe berasumsi masyarakat sudah mengetahui status terpidana seseorang. Terlebih lagi, menurutnya, masyarakat juga perlu terlibat lebih aktif dalam mengkritisi calon kepala daerahnya.
"Kalau dia punya beban hukum, punya ekspektasi besar, nanti dia pakai nih jabatannya untuk menutup kasusnya. Sebentar lagi saya mau jadi gubernur loh. Kamu bebasin saya. Nanti kalau saya bebas saya kasih kamu jabatan. Kan ga boleh begitu itu. Orang harus bebas dari masalah pribadi. Itu pada fase pencalonan," tambah Fahri.
Rapat Komisi pemerintahan dengan KPU dan Kementerian Dalam Negeri Sabtu(9/9) lalu rampung membereskan Peraturan KPU terkait pencalonan. Salah satu kesimpulan rapat hari itu adalah perubahan pada PKPU Pencalonan yaitu seorang terpidana kasus kealpaan dan atau terpidana yang tidak dihukum penjara boleh maju ke pilkada.
Baca juga: PKPU Terpidana Percobaan Kelar Rabu ini
Editor: Sasmito