KBR, Jakarta - Kasus pembunuhan Munir dan pelanggaran HAM lainnya jangan pernah dilupakan. Hal itu ditegaskan Karlina Supelli, filsuf sekaligus pejuang HAM dalam acara 10 Tahun Kematian Munir di Kedai Tjikini, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (7/9) malam.
Dalam acara ini, Karlina menyampaikan kekecewaannya karena anak SMA tidak teredukasi tentang kasus-kasus HAM. Menurutnya, sekarang ini banyak yang tidak tahu bahkan tidak pernah tahu akan adanya kerusuhan Mei dan penculikan di aktivis 97/98, serta pembunuhan Munir.
“Apakah kita, generasi yang tersisa ini ketika lenyap akan tergantikan? Akan tergilas?” tanyanya mengakhiri pidatonya dalam acara ini.
Hal yang sama diutarakan oleh Rusdi Marpaung, aktivis HAM serta sahabat dekat Munir. Menurutnya, Munir patut dicontoh karena ia merupakan tokoh reformasi, pembela anak muda pada masanya.
Rusdi yang mengorganisasikan acara ini selama kurang dari satu minggu mengaku bersyukur atas banyaknya orang dan bantuan yang datang, meski singkatnya waktu persiapan.
Acara ini dibuka dan ditutup oleh petikan gitar dan alunan suara merdu dari Ari Malibu dan Reda Gaudiano. Lagu dari Simon and Garfunkel, yaitu ‘He Was My Brother’dinyanyikan sebagai pembuka acara dan the ‘Sound of Silence’ sebagai penutup.
Rohaniawan, pejuang HAM sekaligus sahabat dekat Munir Sandyawan Sumardi juga hadir dan membacakan dua suratnya untuk Munir. Surat pertama dia tulis sesaat setelah Munir meninggal. Surat kedua dibuat 10 tahun setelahnya.
Acara yang diselenggarakan oleh Sahabat Pembela HAM ini berlangsung dari jam 19.00 sampai 22.00 dan didatangi oleh puluhan orang.
Editor: Antonius Eko