KBR, Jakarta - Perjalanan Munir ke Belanda berawal di Terminal 2F Cengkareng. Malam itu, tanggal 6 September 2004, Munir dan Suciwati menunggu keberangkatan sambil mengobrol di terminal itu. Penerbangan Munir menuju Amsterdam, transit di Singapura. Pukul 21.55 pesawat Garuda GA-974 yang dinaiki Munir terbang menuju ke Singapura.
Ketika akan memasuki pintu pesawat, Munir bertemu dengan Pollycarpus Budihari Priyanto, pilot Garuda yang biasa dipanggil Polly. Penerbangannya dalam status extra-crew, artinya kru yang terbang sebagai penumpang dan akan bekerja untuk tugas lain.
Berbincang dengan Munir, Polly menawari Munir pindak ke kursi nomor 3K kelas bisnis, kursinya. Munir seharusnya duduk di kursi 40G kelas ekonomi. Polly kemudian melapor ke purser (pimpinan kabin yang bertanggung jawab akan kenyamanan semua penumpang) Brahmani Hastawati soal perpindahan tempat duduk tersebut. Brahmani menawari Polly untuk duduk di kursi 11C kelas premium, tak jauh dari tempat duduk Munir.
Menurut beberapa pengamat kasus ini, pindah dari kelas ekonomi ke bisnis, memangkas waktu Munir untuk turun dari pesawat saat transit di Changi. Di saat yang sama, ini juga menambah waktu bagi siapa pun yang membunuhnya untuk beraksi.
Garuda GA974 tiba pukul 01.00 di Changi (00.00 WIB). Pada saat transit, Munir minum di gerai Coffee Bean, di gate D42. Menurut catatan pengadilan, di tempat itulah, racun arsenik dimasukkan ke dalam jus jeruk yang dipesan Munir. Racun tersebut merupakan Arsenik S-3, yang bereaksi 30 menit sampai 1,5 jam setelah masuk ke tubuh. Ini menjelaskan mengapa Munir mulai sakit perut beberapa saat sebelum pesawat Garuda terbang dari SIngapura ke Amsterdam.
Di dalam pesawat, Munir bolak-balik ke toilet. Munir sempat diberi pertolongan oleh Dr. Tarmizi Hakim, dokter dari RS Harapan Kita, yang kebetulan satu pesawat dengan Munir. Ia menyangka Munir terkena diare. Munir lantas dipindahkan duduk ke dekat dokter namun tetap saja ia bolak-balik ke toilet. Sampai akhirnya, ia bilang ke pramugari ingin istirahat.
Dua jam sebelum sampai di Amsterdam, tepatnya di langit Rumania, napas Munir berhenti. Tidurnya miring ke kanan, kaki tertekuk, satu tangannya di bawah bantal.
Janggal
Pakar forensik Universitas Indonesia Abdul Mun'im Idries menemukan sejumlah kejanggalan dalam kasus Munir. Hal ini dipaparkan dalam bukunya "Indonesia X-Files, Mengungkap Fakta dari Kematian Bung Karno sampai Munir". Mun'im adalah bagian dari Tim Pencari Fakta yang dibentuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengungkap kasus pembunuhan Munir.
Di awal kasus, Pollycarpus dinyatakan tidak bersalah karena tidak ada yang bisa mengaitkan Pollycarpus dengan pemberian mi goreng atau jus jeruk yang dikonsumsi oleh Munir pada 6 September 2004 malam. Racun arsenik diyakini diberikan kepada Munir saat transit di Bandara Changi, Singapura.
Mun'im dan TPF sempat menyusuri kembali perjalanan Munir ke Singapura. Setelah dilakukan tes, diketahui kalau racun arsenik akan bereaksi 30 menit setelah diberikan, sementara perjalanan Jakarta-Singapura hanya 90 menit. Dari situ ditarik kesimpulan kalau Pollycarpus lah yang memberikan Munir minuman beracun di Coffee Bean, Bandara Changi, Singapura.
Dengan temuan Mun'im itulah, Mabes Polri dan Kejaksaan Agung mengajukan peninjauan kembali atas vonis MA yang membebaskan Pollycarpus. Pada 2007, Pollycarpus lantas dihukum 20 tahun penjara.
Tapi menurut Mun'im, masih ada sejumlah keanehan lain. Misalnya, Garuda Indonesia mengaku mengirim Polly untuk mengecek macetnya roda pendaratan pesawat di Singapura. Sementara Polly adalah pilot, bukan mekanik. Polly pun tiba di bandara pada malam hari, bertahan 4-5 jam di sana, lantas kembali dengan pesawat paling pagi ke Jakarta. Menurut Mun'im, tidak mungkin dilakukan pengecekan roda pendaratan di malam hari, ketika otoritas Bandara Changi sedang tidak ada.
Sepuluh tahun sudah, masih banyak misteri yang menyelimuti kematian Munir.
Editor: Citra Dyah Prastuti