Bagikan:

Indonesia, Negara Padat Penduduk Tapi Minim Usahawan

Indonesia negara berpopulasi 240 juta penduduk ternyata hanya punya sedikit pelaku wirausaha. Padahal untuk bisa menjadi negara maju, Indonesia harus bisa mencetak setidaknya 2 persen pelaku wirausaha dari seluruh total jumlah penduduknya.

NASIONAL

Jumat, 13 Sep 2013 20:57 WIB

Indonesia, Negara Padat Penduduk Tapi Minim Usahawan

Indonesia, Usahawan, Jakarta

KBR68H, Jakarta - Indonesia negara berpopulasi 240 juta penduduk ternyata hanya punya sedikit pelaku wirausaha. Padahal untuk bisa menjadi negara maju, Indonesia harus bisa mencetak setidaknya 2 persen pelaku wirausaha dari seluruh total jumlah penduduknya.

Panitia Pengarah Nasional untuk Global Environment Facility Small Grants Programme Indonesia, Marta Tilaar mengatakan hal ini saat membuka acara Kewirausahaan Komunitas Menuju Gerakan Indonesia Hijau, 10 - 12 September 2013 di Jakarta .

Marta Tilaar yang juga pioner pengusaha kosmetik herbal Indonesia, mengatakan sebenarnya untuk urusan kreatifitas Indonesia tidak kalah dari Thailand, Singapura dan juga Malaysia. Hanya saja, kalau ditilik dari jumlah pelaku wirausaha, Indonesia tak ada seberapanya, dibandingkan ketiga negara tetangga di Asean tersebut.

"Enterpreuner di Indonesia masih sedikit, hanya 0,24 persen dari jumlah penduduk. Padahal minimal suatu negara untuk memajukan perekonomiannya harus punya 2 persen wirausahawan dari seluruh total penduduknya," jelas Marta Tilaar.

Berbeda dengan Indonesia, jelas Marta Tilaar, Singapura negara pulau dengan jumlah penduduk yang hanya 5 juta jiwa, sebanyak 7,2 persen penduduknya berwirausaha. "Malaysia jumlah wirausahawannya 2,1 persen, Thailand punya 4,2 persen dan yang tertinggi adalah Amerika Serikat yakni 11,5 persen," tambahnya.

Tapi menurutnya, Indonesia masih memiliki kesempatan yang cukup untuk bisa bersaing dengan negara-negara lainnya. Sebagai negara yang dikenal sebagai Zamrud Khatulistiwa, Indonesia memiliki banyak keunggulan dengan negara tetangga lainnya, seperti kekayaan keragaman hayati, keragaman budaya yang dilengkapi dalam sebuah kearifan lokal.

"Hal ini yang mestinya dimanfaatkan masyarakat bersama pemerintah untuk mengembangkan ekonomi kreatif. Kegiatan ekonomi kreatif selama ini juga banyak menyumbang perekonomian dengan penyerapan tenaga kerja yang cukup signifikan," tutup Marta Tilaar.

Kewirausahaan komunitas

Pada tempat yang sama, puluhan peserta yang berasal dari dua puluh komunitas saling berbagi kisah sukses mereka. Menurut mereka, Kewirausahaan komunitas yang tengah dikembangkan bisa menjadi contoh konkret ekonomi hijau yang bisa menghidupkan ekonomi rakyat, sekaligus menjamin keberlangsungan kelestarian lingkungan hidup dengan nyata.

Kewirausahaan komunitas adalah sebuah usaha kelompok masyarakat yang melihat adanya potensi ekonomi yang muncul belakangan setelah  mereka melakukan gerakan dalam menjawab permasalahan lingkungan atau pun sosial di sekitar mereka.

Keuntungan ekonomi yang mereka dapatkan tidak pernah untuk keperluan kapital besar (industri/perusahaan), melainkan dikembalikan kepada kebutuhan ekonomi harian komunitas yang sederhana, dan diperuntukkan untuk memperluas perbaikan lingkungannya kembali.

Salah satu contoh konkretnya telah ditunjukkan Kelompok Perempuan Muara Tanjung, Serdang Bedagai, Sumatera Utara (Sumut), yang digerakkan oleh para istri nelayan di Desa Sei Nagalawan. Kegiatan mereka ini dimotori ibu rumah tangga bernama Jumiati. Mereka dianggap sukses mengembangkan usaha ekowisata hutan mangrove ini kemudian disebutkan sebagai Wisata Kampung Nipah.

Dari pelestarian mangrove yang mereka upayakan, mereka menghasilkan kerupuk, dodol, sirup, teh dan tepung kue. Juga berkat usahanya itu, para istri nelayan ini pun tidak pernah lagi tergantung dengan rentenir ketika suami mereka tidak melaut, karena angin barat. Mereka bahkan bisa membeli perahu sendiri untuk suami dan membebebaskan diri dari ketergantungan toke ikan. Keuntungan yang mereka hasilkan diperuntukkan untuk membeli bibit mangrove, cemara, membuka usaha lain yang akhirnya menyerap tenaga kerja dari desa mereka sendiri.

Contoh lainya adalah cerita sekelompok perempuan dari Yogyakarta yang peduli terhadap kelestarian tenun dari berbagai daerah di Indonesia. Mereka pun mendirikan perusahaan sosial yang diberinama dengan Lawe. Tujuannya sederhana, hanya ingin memastikan tenun yang ada di pelosok Indonesia tidak punah, dan bisa menghasilkan rupiah bagi perajinnya.

Lawe tidak hanya  memperkenalkan tenun khas Indonesia kembali dengan berbagai karya fashion yang dihasilkan, tapi hasil keuntungannya juga dikembalikan kepada pembuat tenunnya. Masih banyak cerita dari komunitas lainnya dalam kegiatan ini, sehingga bisa memberikan pembelajaran antara satu dengan lainnya.

Editor: Anto Sidharta

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending