KBR, Jakarta- Kebijakan memblokir puluhan juta rekening bank pasif atau dormant memantik reaksi di tengah masyarakat.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Niti Emiliana menilai kebijakan itu bermasalah dan berpotensi melanggar hak konsumen.
Pasalnya, nasabah tidak diberikan edukasi dan sosialisasi yang cukup terkait pemblokiran rekening ini. Selain itu, PPATK juga dinilai gegabah dan tak memiliki landasan hukum yang jelas.
"YLKI melihat ini kebijakan sepihak dan minim transparansi. karena sebenarnya komunikasi yang dilakukan oleh PPTK dengan publik itu sangat terburu-buru dan tidak menginformasikan lebih dulu apa sih sebenarnya yang terjadi. Sedangkan dalam hal ini konsumen itu berhak untuk mendapatkan informasi. Kami melihat ini ada potensi pelanggaran hak konsumen,” kata Niti dalam siaran Ruang Publik KBR, Jumat (1/8/2025).
“PPATK tidak bisa menyamaratakan dengan dalih judol. Tapi harus dilihat secara general. Bagaimana dengan konsumen lain yang tidak bersalah? Ini kontraproduktif dengan hak-hak kepemilikan warga negara terhadap dananya sendiri," tambahnya.
YLKI Terima Sejumlah Aduan Masyarakat
Niti menyebut saat ini pihaknya menerima sejumlah aduan dari masyarakat yang menjadi korban pemblokiran rekening. Kata dia, dari aduan yang masuk, mayoritas masyarakat tidak beritahu dan kini kesulitan untuk menghidupkan kembali rekeningnya.
Untuk itu, YLKI mendesak PPATK untuk mengkaji kembali kebijakan pemblokiran rekening ini dan memberikan penjelasan yang transparan dan rinci kepada publik mengenai alasan pemblokiran. Serta langkah-langkah apa yang harus diambil oleh konsumen terdampak.
"PPATK harus lakukan ini. Karena ini penting agar hak dasar konsumen atas informasi tetap terpenuhi, dan tidak merenggut hak konsumen atas dananya sendiri," ucap Niti.

Dalih PPATK
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menegaskan kebijakan pemblokiran rekening pasif atau dormant, dilakukan melalui kajian dan tahapan yang matang.
Ketua Tim Humas PPATK M. Natsir Kongah mengatakan kebijakan pemblokiran sementara ini bertujuan untuk melindungi hak dan kepentingan pemilik sah, serta menjaga integritas sistem keuangan nasional.
Menurutnya, saat ini banyak aktivitas rekening yang mencurigakan dan melakukan aktivitas melanggar hukum, serta diduga menjadi wadah perputaran uang judi online (Judol).
"Jadi ini bukan ujug-ujug mbak. itu kita melihat (aktivitas rekening) sudah dari sejak 5 tahun terakhir. Dimana tren peningkatan rekening dormant itu terus meningkat setiap tahun, dan juga secara signifikan penyalahgunaan dari rekening dormant itu juga begitu tinggi. Sehingga akhirnya PPATK mewakili negara hadir untuk melindungi masyarakat," ujar Natsir dalam siaran Ruang Publik KBR, Jumat (1/8/2025).
Meski begitu, kata dia, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah membatalkan pemblokiran sekitar 28 juta rekening yang mereka sebut "menganggur".
Klaim Kerja Sama dengan Perbankan dan OJK
Natsir menyebut pihaknya juga bekerja sama dengan sejumlah bank dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam memverifikasi data-data rekening yang mencurigakan.
Dia juga memastikan dana nasabah tetap aman dan terlindungi. Ia pun mendorong bank dan pemilik rekening untuk melakukan verifikasi ulang.
Lebih lanjut, Natsir bahkan mengeklaim kebijakan pemblokiran rekening ini efektif menurunkan aktivitas judol hingga 70 persen.
"Di April kemarin berdasarkan catatan PPATK lonjakan untuk judi online itu sampai 5 triliun. Kemudian kita menghentikan sementara rekening dormant itu, itu turun lebih dari 70 persen sehingga jadi satu triliun. Yang ingin saya katakan penurunan dari 5 ke 1 triliun itu bukan hanya sekedar angka atau statistik semata,” ujar Natsir.
“Tapi di sana ada luka sosial yang terjadi di tengah masyarakat. Luka sosial yang terjadi pada saudara-saudara kita di mana istri membunuh suami. berantakannya keluarga, kesejahteraannya merosot. Nah atas dasar itu maka kami hadir," tambahnya.

Selain itu Natsir menjelaskan dari 1 juta rekening yang diblokir dan dianalisis oleh PPATK, sebanyak 150 ribu rekening ditemukan terindikasi korupsi dan jual-beli narkoba.
Berdasarkan laporan PPATK, sejak Mei lalu telah memblokir sekitar 31 juta rekening dormant, dengan nilai mencapai Rp 6 triliun. Namun saat ini, PPATK sudah membuka lagi sebanyak 30 juta rekening. Pembukaan rekening dormant itu dilakukan setelah pengecekan ketat.
Meski demikian, kriteria rekening yang diincar oleh PPATK dinilai masih belum jelas.
PPATK Tabrak Logika Keadilan Regulasi
Dilain pihak, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) M. Rizal Taufikurahman juga turut mengkritisi kebijakan pemblokiran rekening ini. Menurutnya, PPATK terlalu terburu-buru sehingga menabrak logika keadilan regulasi.
Selain itu, kebijakan ini juga dinilai bisa memberikan dampak negatif. Semisal penurunan pembukaan jumlah rekening hingga kecepatan peredaran uang.
"PPATK jelas mengabaikan prinsip kehati-hatian. Kita apresiasi setinggi-tingginya kepada PPATK, tapi pendekatan yang terlalu cepat kemudian juga sweeping tanpa verifikasi yang jelas dan mendalam justru bisa menimbulkan keresahan sistemik dan juga menabrak logika keadilan regulasi. Karena tidak semua rekening pasif itu mengindikasikan aktivitas dari tujuan pemblokiran ini,” ujar Rizal dalam siaran Ruang Publik KBR, Jumat (1/8/2025).
“Kalau tidak cermat tentu akan banyak resiko. Dan di dalam jangka panjang bukan hanya akan menurunkan jumlah pembukaan rekening, tapi juga berkurangnya M1 di sektor perbankan yang justru berpotensi menekan rasio intermediasi di lembaga keuangan,” tambahnya.
Lampaui Kewenangan PPATK
Lebih lanjut, Rizal menilai langkah PPATK memblokir 31 juta rekening dormant tidak tepat, dan bahkan tindakan itu tak sesuai tugas PPATK dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Dia pun mendesak PPATK untuk menjelaskan kepada publik terkait klasifikasi rekening seperti apa yang akan diblokir. Ia meminta PPATK untuk tidak semena-mena dalam melakukan tugasnya.
"Jangan sampai satu kebijakan itu diimplementasikan tanpa ada landasan yang jelas. Karena ini sesitif ya berkaitan dengan ditengah situasi sekarang. Jadi PPATK harus mengerjakan tugas dan perannya sungguh-sungguh," jelasnya.

Pengakuan Warganet
Sebelumnya, rekening akun bank sejumlah warganet tiba-tiba tidak bisa diakses. Mereka mengeluh karena ketika ingin mengambil uang, justru diblokir dari akun mereka sendiri.
Salah satunya Rania (27), mengaku baru menyadari rekeningnya diblokir pada 7 Juli, meskipun pemblokiran diduga sudah sejak Mei atau Juni.
"Tapi saya tidak sadar, karena masih bisa terima transferan. Cuma memang tidak pernah mengirim. Sadarnya waktu tanggal 7 Juli karena saya butuh uangnya mau ditransfer tidak bisa," katanya kepada KBR, Rabu (30/7/2025).
Saat mencoba mentransfer dana dan gagal, Rania langsung menghubungi pihak bank. Pada saat itu, diberitahu pemblokiran dilakukan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan diarahkan untuk mengisi formulir keberatan.
"Sambil di-follow up terus ke pihak bank juga kalau dirasa cukup lama dan belum di-unblock juga. Nanti pihak bank ikut bantu juga sepertinya. Akhirnya per 30 Juli ini rekening saya udah bisa kembali," jelasnya.
Meski demikian, Rania mengaku kesulitan saat mengisi formulir keberatan karena situs webnya hanya bisa diakses dari Indonesia. Karena sedang berada di luar negeri, dia terpaksa meminta bantuan kerabat untuk mengisi data pribadinya.
"Akhirnya aku harus minta tolong kerabat yang di Indonesia untuk pengisian data pribadi, rekening, dan lain-lain. Pokoknya aku kesel banget deh, kacau. Posisi aku lagi tidak stay di Indonesia,” tuturnya.
Landasan Hukum Dipertanyakan
Anggota Komisi XI DPR RI Melchias Marcus Mekeng mengaku tidak setuju dengan langkah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk memblokir rekening pasif (dormant) dalam upaya mencegah kejahatan keuangan.
Dia mengatakan bahwa upaya PPATK itu sama saja dengan mengatur penggunaan uang pribadi orang. PPATK harus memiliki landasan hukum yang kuat untuk melakukan kebijakan itu.
"Saya belum tahu landasan apa yang dipakai oleh PPATK untuk mengatakan begitu. Jadi, menurut saya tidak setuju dengan itu," kata Mekeng di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa (29/7/2025) dikutip dari ANTARA.
Menurut dia, sebagian orang memiliki alasan tertentu jika menaruh uang di rekening pribadi dan tidak dipakai. Mungkin orang-orang sengaja untuk menabung di rekening yang pasif tersebut.
"Menurut saya, PPATK sudah terlalu jauh masuk ke dalam ranah pribadi orang yang mau punya rekening," katanya.
Di sisi lain, Mekeng juga meminta kepada PPATK untuk menjelaskan ketentuan soal rekening yang tidak aktif hingga harus diblokir tersebut.

Penjelasan PPATK
Deputi Analisis dan Pemeriksaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Danang Tri Hartono, menyatakan rekening yang dihentikan sementara adalah rekening dormant, yaitu rekening yang tidak memiliki transaksi keluar-masuk dalam jangka waktu tertentu.
"Ya, yang kita hentikan adalah yang dormant ya. Yang dormant itu memang sebenarnya harusnya tidak ada transaksi keluar masuk. Kalau memang seperti itu bisa diajukan ke banknya bahwa memang dia bukan memasuki rekening dormant," kata Danang kepada KBR, Rabu (30/7/2025).
Danang mengatakan tidak semua rekening yang dibekukan berasal dari perintah PPATK, karena ada juga rekening yang diblokir oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait kasus perjudian online atau penipuan digital.
"Kan banyak juga penghentian ini sebenarnya dia diblokir OJK terkait dengan judol dan sebagainya. Terkait dengan penipuan, jadi belum tentu PPATK. Jadi macam-macam juga gitu," ungkapnya.
"Jadi kami harus cek database saat ini perlu waktu karena memang nasabahnya banyak. Idealnya sih yang gak perlu waktu lama ya, sesuai antreannya" ujarnya.
Pemblokiran Disampaikan oleh Bank
Danang menegaskan notifikasi pemblokiran rekening seharusnya disampaikan oleh bank melalui surat, nomor ponsel terdaftar, situs web, atau aplikasi mobile banking. Tujuannya agar informasi bisa sampai langsung ke nasabah.
"Bank yang harusnya memberikan notifikasi entah melalui surat, nomor telpon atau aplikasi mobile banking yang bersangkutan gitu ya. Jadi melalui berbagai macam kanal ya yang harusnya sampai ke nasabah," jelasnya.
Selama 5 tahun terakhir, PPATK menemukan banyak rekening dormant yang disalahgunakan tanpa sepengetahuan pemiliknya. Rekening ini digunakan untuk menampung uang hasil kejahatan seperti jual beli rekening, peretasan, transaksi narkotika, korupsi, dan tindak pidana lainnya.
"Banyak rekening tidak aktif, bahkan terdapat lebih dari 140 ribu rekening dormant hingga lebih dari 10 tahun, dengan nilai Rp428 miliar tanpa ada pembaruan data nasabah," ungkapnya.
Tujuan utamanya adalah mendorong bank dan pemilik rekening untuk melakukan verifikasi ulang dan memastikan rekening serta hak dan kepentingan nasabah terlindungi serta tidak disalahgunakan untuk berbagai kejahatan.
PPATK telah meminta perbankan untuk segera melakukan verifikasi data nasabah. Pengkinian data nasabah perlu dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga tidak merugikan nasabah sah serta menjaga perekonomian dan integritas sistem keuangan Indonesia.

Pemerintah Jamin Lindungi Dana Masyarakat
Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan memastikan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) akan melindungi dana masyarakat walau rekening terblokir.
Pernyataan itu dikatakan Budi Gunawan merespons soal rencana PPTAK memblokir rekening yang sudah tidak aktif selama tiga bulan.
"Kemenko Polkam akan berkoordinasi dengan PPATK dan stakeholder terkait untuk menjaga dan melindungi masyarakat atas dana yang dimiliki dan disimpan di perbankan," kata Budi Gunawan dalam siaran pers, Rabu (30/7/2025).
Pemerintah, kata dia, memahami kekhawatiran masyarakat akan dampak dari kebijakan tersebut.
Karenanya, walaupun rekening nasabah diblokir oleh PPATK karena tidak aktif selama tiga bulan, masyarakat tidak akan kehilangan uang di dalam rekening.
Pemblokiran itu dilakukan lantaran rekening yang tidak aktif rawan dipakai pihak-pihak tertentu untuk perbuatan kriminal.
"Kemenko Polkam akan berkoordinasi dengan PPATK dan stakeholder terkait untuk menjaga dan melindungi masyarakat, atas dana yang dimiliki dan disimpan di perbankan," katanya.
Cara Mengaktifkan Rekening yang Diblokir
Nasabah yang rekening-nya diblokir masih memiliki kesempatan untuk mengaktifkannya kembali dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan.
Dilansir dari akun Instagram resmi PPATK @ppatk_indonesia, nasabah yang ingin kembali mengakses rekening-nya dapat mengajukan permohonan dengan mengisi formulir secara daring melalui tautan https://form.ppatk.go.id/index.php/299299?lang=id

Setelah formulir diisi, PPATK bersama pihak bank akan melakukan verifikasi dan peninjauan terhadap data yang masuk. Proses ini memerlukan waktu sekitar lima hari kerja. Namun, jika ditemukan ketidaksesuaian atau data belum lengkap, waktu penanganan bisa diperpanjang hingga 15 hari kerja.
Dengan demikian, proses keseluruhan dapat memakan waktu hingga maksimal 20 hari kerja. Untuk mengetahui status rekening, nasabah dapat memeriksanya sendiri melalui mesin ATM, layanan mobile banking, atau langsung menghubungi pihak bank terkait.
Obrolan lengkap episode ini bisa diakses di Youtube Ruang Publik KBR Media
Baca juga:
- Rekening Pasif 3 Bulan Diblokir Bikin Masyarakat Resah, Begini Penjelasan PPATK