KBR, Jakarta - Polusi udara masih dirasakan masyarakat di kawasan Jakarta dan sekitarnya. Kualitas udara tak kunjung membaik. Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk mengatasi buruknya kualitas udara di kawasan Jakarta dan sekitarnya. Misalnya pemberlakuan kerja dari rumah bagi Aparatur Sipil Negara, memasang alat pengendali polusi di cerobong pabrik dan sebagainya.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga menyiapkan langkah mengurangi polusi dengan cara modifikasi cuaca atau dengan hujan buatan.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar mengatakan hujan buatan itu untuk mencuci udara kotor di wilayah Jabodetabek.
"Di daerah yang gedung tinggi, kan ada yang tinggi dan ada yang rendah kan itu sirkulasi udaranya terganggu ini namanya street canyonya. Disitu juga berarti udaranya susah untuk dibersihkan atau bergerak rapih. Oleh karena itu menghadapi situasi ini kita lakukan hujan buatan di lokal. Sehingga itu dapat membersihkan udara," ucap Siti, kepada wartawan, Senin (21/8/2023).
Baca juga:
- ASN Jawa Barat WFH untuk Mengurangi Polusi Udara
- KLHK Memperketat Standardisasi Cerobong Asap Industri
Namun, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika BMKG menilai rekayasa atau modifikasi cuaca sulit dilakukan karena keadaan awan belum mendukung pembuatan hujan.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan dibutuhkan awan hujan yang memadai untuk membuat hujan buatan.
"Saat ini kami sudah dari beberapa waktu yang lalu menyiapkan TMC, tetapi belum bisa dilakukan. Karena menunggu awan yang cukup memadai untuk disemai menjadi hujan. Nah ini insyaallah persiapan kami ini memprediksi kira-kira tanggal 19,20,21, dan 22 ini akan ada awan-awan hujan yang meskipun jumlahnya masih minim, ini akan kami optimalkan agar terjadi hujan," ucap Dwi, Sabtu (19/8/2023).
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menambahkan BMKG telah mencoba melakukan modifikasi cuaca pada 19 Agustus lalu, namun tidak berhasil lantaran tidak ada awan pendukung. Meski demikian, ia menyebut BMKG tetap akan berusaha semaksimal mungkin untuk dapat melakukan hujan buatan ini, guna memperbaiki kualitas udara.
Solusi Teknologi Modifikasi Cuaca atau hujan buatan mendapatkan sorotan dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Peneliti Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN Edvin Aldrian menilai upaya ini tidak efektif dan membutuhkan dana yang besar.
Ia menyebut peluang melakukan modifikasi cuaca masih terbuka, namun peluang tersebut cukup berat melihat kondisi musim kemarau yang minim awan kumulus. Padahal awan jenis ini yang menjadi target untuk ditaburkan NaCl atau garam.
"Biaya untuk modifikasi cuaca itu sangat besar. Jadi karena perhitungannya itu dalam masalah untuk menyalakan dan menghidupkan mesinnya pakai bahan bakar dan lain sebagainya mahal. Jadi menurut saya itu biaya yang sangat besar, jadi kalau kota seperti DKI Jakarta mau itu harusnya bisa secara manual dilakukannya," ujar Edvin, saat memberikan keterangan, Selasa (22/8/2023).
Peneliti Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN Edvin Aldrian mendorong pemerintah mencari solusi lain untuk mengatasi polusi udara ini.
Baca juga:
- KLHK: Polusi Jakarta Disebabkan Kendaraan Hingga Industri
- 90 Persen Penduduk Dunia Menghirup Udara Berkualitas Buruk
Sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah mengusahakan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) selama tiga hari untuk membuat hujan buatan di sejumlah kota di Indonesia.
Juru bicara BNPB Abdul Muhari mengatakan, TMC dilakukan bersama BMKG, BRIN, TNI, dan Polri. Daerah yang menjadi sasaran antara lain Jakarta, Bandung, dan Semarang. BNPB berharap dalam 2-3 hari ke depan dapat muncul awan yang memicu hujan. TMC dilakukan sebagai bagian dari upaya jangka pendek untuk mengatasi buruknya polusi udara di sejumlah daerah, salah satunya Jakarta.
"Begitu itu kemarau tidak ada yang memflashing nya tidak ada yang membersihkannya. Sehingga ini kenapa kita benar-benar merasa kualitas udara Jakarta itu buruk. Karena polutan itu tidak ada yang membersihkannya," ujar Abdul, dalam Disaster Briefing: Banjir di Musim Kemarau, Senin (21/8/2023).
Editor: Agus Luqman