KBR, Jakarta - Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) mengapresiasi Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 12 Tahun 2023 tentang proses isi ulang produk kosmetik.
Aturan ini dianggap sebagai langkah maju menuju target Indonesia nol sampah plastik pada 2030. Industri kosmetik skala kecil menengah bisa tumbuh, sekaligus mendorong gaya hidup guna ulang atau reuse.
Hal itu diungkapkan Direktur Eksekutif GIDKP Tiza Mafira di sela seminar dan peluncuran laporan Break Free from Plastic di Jakarta, Kamis (3/8)
"Membangun ekosistem untuk reuse lagi dan bisa diterapkan oleh UMKM juga dan harapannya nggak cuma kosmetik aja, tapi juga pangan olahan lainnya juga bisa pakai sistem guna ulang. Sekarang baru kosmetik doang, baru 6 jenis produk doang. Harusnya lipstik juga bisa, blush on," kata Tiza.
Direktur Eksekutif GIDKP Tiza Mafira menuturkan, dulu BPOM kerap melakukan sidak ke toko-toko kosmetik isi ulang, yang menjual sabun dan sampo curah.
Baca juga:
Jalan Terjal Desa di Bali Kelola Sampah Berbasis Sumber
Waste Solution Hub, Kelola Sampah Jadi Cuan
Sejumlah lembaga pegiat lingkungan yang tergabung dalam Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI), termasuk GIDKP lantas membuka dialog, tentang manfaat dari bisnis isi ulang terhadap pengurangan sampah plastik.
"Akhirnya BPOM mengeluarkan aturan yang membolehkan isi ulang kosmetik jenis-jenis tertentu. Itu jadi suatu kemenangan buat kita. Karena tadinya BPOM menindak, sekarang mereka mengatur dan membolehkan," ujar Tiza.
Dalam aturan BPOM tersebut, ada enam jenis kosmetik isi ulang yang diperbolehkan, yakni sabun mandi cair, sabun mandi antiseptik cair, sabun cuci tangan cair, sampo, sampo ketombe, dan kondisioner.
Tiza menekankan reuse atau guna ulang sebagai sistem, bukan produk ataupun alternatif pengganti plastik sekali pakai. Konsepnya adalah mendorong banyak penggunaan kemasan secara berulang. Perlu dibangun ekosistem yang memungkinkan konsumen membeli produknya saja, tetapi kemasannya tetap menjadi milik produsen dan bisa digunakan ulang. Ekosistem semacam ini sudah dipraktekkan di Eropa.
"Operator lah yang berperan sebagai pemilik dari kemasan tersebut dan memiliki tanggung jawab untuk mengambil kembali kemasan itu untuk dicuci demi menjaga higienitas, mengisi kembali produk ke dalam kemasan dan mendistribusikannya," jelasnya.
Editor: NInik Yuniati