KBR, Jakarta - Kementerian Keuangan telah menyiapkan aturan turunan kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty berupa peraturan menteri keuangan (PMK) tentang special purpose vehicle (SPV) atau perusahaan cangkang. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, dia sudah menandatangani PMK itu Jumat pekan lalu. Sekarang, kementeriannya masih menunggu penomoran PMK itu di Kementerian Hukum dan HAM, sebelum nantinya resmi diterbitkan.
"Banyak yang menanyakan SPV, karena selama ini banyak perusahaan saya di Indonesia, tetapi dimiliki SPV di luar negeri, yang sebetulnya SPV itu dimiliki oleh pemilik itu sendiri. PMK SPV yang sudah dikeluarkan Jumat lalu, yang terbaru. Belum ada nomornya, masih di Kementerian Hukum dan HAM. Kalau sudah keluar angkanya, akan kami keluarkan," kata Sri di kantornya, Senin (22/08/16).
Sri mengatakan, PMK tentang SPV itu akan menjelaskan secara rinci aturan perusahaan cangkang yang akan masuk ke Indonesia. Kata Sri, pemilik perusahaan cangkang termasuk kelompok yang disasar agar mendeklarasikan perusahaan dan merepatriasi ke dalam negeri.
Sri berkata, proses mendeklarasikan aset berupa perusahaan cangkang memang cenderung sulit, karena biasanya pemiliknya sudah disamarkan. Dalam proses itu, bisa saja akan diperlukan biaya dan objek pajak baru. Namun, mengenai detailnya, Sri berkata harus menunggu penomoran PMK terlebih dahulu.
Kebijakan tax amnesty sudah berlaku efektif selama lebih dari sebulan. Pada kebijakan itu, pemerintah memberikan kesempatan pada wajib pajaknya untuk mendeklarasikan atau merepatriasi asetnya di luar negeri. Dari program itu, pemerintah menargetkan pendapatan negara senilai Rp 165 triliun dalam anggaran pendapatan dan belanja negara perubahan (APBNP) 2016.
Singapura
Pemerintah membantah ada upaya penjegalan kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty dari Singapura terkait wajib pajak (WP) yang lebih banyak mendeklarasikan aset ketimbang merepatriasi. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, tax amnesty sudah mendapat dukungan dari pemerintah Singapura. Selain itu, pilihan hanya mendeklarasi aset merupakah hak pribadi wajib pajak.
"Saya sudah bicara dengan kementerian keuangan di Singapura untuk mengecek apakah mereka ada kebijakan dari pemerintah ataupun perbankan. Pemerintah Singapura menyampaikan kalau mereka mendukung pelaksanaan tax amnesty, dan bahkan melakukan pertemuan dengan investment banker untuk melaksanakan compliance pelaksanaan undang-undang," kata Sri di kantornya, Senin (22/08/16).
Sri mengatakan, memang lebih banyak WP di Singapura yang lebih banyak mendeklarasikan aset. Sri menyebutkan, sampai pekan lalu, dari Rp 6,9 triliun dana yang dideklarasi atau direpatriasi, 42 persen pesertanya berasal dari Singapura. Namun, apabila nilai aset dari yang dideklarasikan oleh wajib pajak di Singapura mencapai Rp 5,876 triliun, hanya Rp 1,086 triliun yang direpatriasi ke Indonesia.
Sri berkata, itu tak menyalahi undang-undang. Kata dia, WP memiliki hak untuk memilih untuk merepatriasi atau hanya mendeklarasikan asetnya. Apalagi, kata Sri, UU sudah menetapkan tarif deklarasi yang lebih tinggi ketimbang merepatriasi aset.
Sri berujar, upaya lain yang sudah dijalankan pemerintah untuk menarik minat pemilik aset agar merepatriasi asetnya. Dia mencontohkannya dengan menambah gateaway, membuka investasi untuk sektor nonkeuangan,dan menawarkan banyak proyek potensial, termasuk dari BUMN yang siap dibiayai oleh dana repatriasi.
Hingga akhir pekan lalu, aset peserta tax amnesty dari luar negeri sebesar Rp 6,9 triliun, terdiri dari Rp 5,5 triliun yang dideklarasi dan Rp 1,44 triliun yang direpatriasi. Sementara itu, aset di dalam negeri yang dideklarasikan senilai Rp 35,36 triliun. Sehingga, jumlah uang tebusan yang terkumpul dari tax amnesty sebesar Rp 862,67 miliar.
Editor: Rony Sitanggang