Bagikan:

Sri Mulyani: Rasio Pajak Indonesia Terlalu Rendah dan Tak Dapat Diterima

"Ada optimisme dari pemerintah dan komitmen dari Direktorat Jenderal Pajak. Tetapi tax ratio yang hanya 11 persen memang sangat rendah dan tidak bisa diterima,"

BERITA | NASIONAL

Kamis, 25 Agus 2016 22:26 WIB

Author

Dian Kurniati

Sri Mulyani:  Rasio Pajak Indonesia Terlalu Rendah dan Tak Dapat Diterima

Menteri Keuangan Sri Mulyani. (Foto: Antara)



KBR, Jakarta- Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan rasio pajak Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) masih terlalu rendah dan tidak dapat diterima. Sri mengatakan, Indonesia yang masuk dalam 20 negara dengan perekonomian terbesar, seharusnya memiliki rasio pajak yang besar pula.

Kata dia, penerimaan negara dari perpajakan juga selalu lebih rendah dari yang tercantum dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

"Kalau dilihat dari tahun 2014, penerimaan perpajakan dan pajak nonmigas, dari APBN atau APBNP yang disepakati realisasinya selalu ada di bawah. Ada optimisme dari pemerintah dan komitmen dari Direktorat Jenderal Pajak. Tetapi tax ratio yang hanya 11 persen memang sangat rendah dan tidak bisa diterima," kata Sri di Gedung DPR, Kamis (25/08/16).

Sri mengatakan, pada APBN tahun 2014, disepakati penerimaan pajak sebesar  Rp 1.246 triliun, tetapi realisasinya hanya Rp 1.146,9 triliun atau kurang dari Rp 100 triliun. Begitu pula pada 2015, yang disetujui Rp 1.489,3 triliun, tetapi realisasinya hanya Rp 1.055 triliun. Kata dia, rasio pajak itu harus segera diperbaiki.

Sri berujar, meningkatkan rasio pajak bukanlah perkara mudah. Kata dia, pemerintah harus memakai prinsip kehati-hatian saat ingin meningkatkan penerimaan pajak, karena tetap melihat kemampuan. Sehingga, kata dia, peningkatan rasio pajak tidak bisa terasa dalam jangka pendek.

Mengenai kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty yang saat ini berlaku, Sri mengatakan pemerintah masih optimistis targetnya tercapai. Kata dia, capaian target penerimaan hingga RP 165 triliun itu akan bisa dicapai dari tarif tebusan bagi yang merepatriasi atau mendeklrasikan aset.


Editor: Rony Sitanggang

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending