Bagikan:

SP3 Karhutla, Menteri KLHK: Sanksi Administrasi Sudah Selesai

"Artinya dia sudah memenuhi kewajiban-kewajibannya, kan dia kena pembekuan ada yang 90 hari, ada yang 120 hari, mereka memenuhi kewajibannya,"

BERITA | NASIONAL

Kamis, 11 Agus 2016 17:40 WIB

Kebakaran hutan dan lahan di Riau. (Antara)

Kebakaran hutan dan lahan di Riau. (Antara)



KBR, Jakarta- Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menyatakan sanksi administrasi terhadap perusahaan-perusahaan yang terlibat kasus kebakaran hutan dan lahan di Riau telah berakhir. Ia beralasan belasan perusahaan tersebut telah melaksanakan seluruh kewajiban-kewajibannya.

"Kalau administrasi sih sudah selesai, seluruh sanksi administrasinya, sudah kalau yang di KLHK sudah selesai, kecuali yang dicabut ya kan ada yang terkena SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) tuh, tiga. Artinya dia sudah memenuhi kewajiban-kewajibannya, kan dia kena pembekuan ada yang 90 hari, ada yang 120 hari, mereka memenuhi kewajibannya," kata Siti Nurbaya di Kementerian Koordinator Perekonomian, Kamis (11/8/2016).

Sementara, tentang sejumlah kasus karhutla yang diSP3 oleh Polisi Kalbar, Siti mengaku belum tahu dan berjanji untuk melakukan pengecekan.

Terkait dengan karhutla secara umum, Siti menyebut pemerintah tengah menyiapkan strategi pencegahan. Kata dia, kementerian telah membahasnya bersama dengan sejumlah kementerian terkait di Kementerian Koordinator Perekonomian hari ini. Besok, rencananya, hal tersebut akan dibahas dalam rapat terbatas di Istana bersama Presiden Joko Widodo. 


Strategi Membuka SP3

Direktur Eksekutif organisasi lingkungan ICEL, Henri Subagiyo menyebut keberhasilan membuka kembali SP3 Kasus Kebakaran hutan dan Lahan (Karhutla) Riau memerlukan beberapa strategi. Seperti pengumpulan bukti yang seharusnya disesuaikan dengan pasal yang diterapkan.

Menurut dia, jika untuk kasus pembakaran yang terjadi di perkebunan akan dikenakan pasal 108 Undang undang No. 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan. Sedangkan  untuk di luar perkebunan, bisa dikenakan pasal 98 UU no 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).

 
"Jadi kalau alasannya karena bukan kebun maka tidak bisa diterapkan 108 karena sengaja membakar dan sebagainya kan bisa pakai pasal 98. kenapa tidak dipakai itu? Jadi kejelian penyidik untuk menentukan pasal menentukan sekali dalam kasus ini," ujar Henri kepada KBR, Kamis (11/8/2016).

Henri menambahkan, perlu dilihat kembali apakah sudah ada ketaatan  perusahaan   terhadap standar prasarana pengendalian kebakaran hutan dan lahan untuk mencari indikasi kalalaian.

"Jangan hanya dilihat aspek perbuatan aktifnya tapi perbuatan pasif yang menimbulkan lahan rentan terbakar juga harus dilihat. Itu jadi indikasi kelalaiannya misalnya apa dilakukan pengeringan lahan, apakah punya strategi atau sarana pencegahan, apakah mengeluarkan budget pencegahan. Itu dicek semua, yang itu nanti bisa dikonstruksikan sebagai lalai. Karena kelalaian itulah menimbulkan kerentanan terhadap kebakaran," paparnya.

Ia menilai selama ini uraian SP3 tidak pernah dibuka. Seharusnya, kata dia dilakukan koordinasi dengan sesama instansi   lain yang berkompeten seperti KLHK, dan gelar perkara secara terbuka bersama masyarakat.

"Kan kemarin sempat ada statemen, kalau masyarakat punya novum atau bukti baru ya sampaikan. Cuma masalahnya, masyarakat tidak pernah tahu sampai saat ini, bukti baru apa yang dibutuhkan Polri, karena Polrinya tidak melakukan itu secara terbuka. Karena itu gelar perkara lakukan secara terbuka undang pihak kompeten untuk beri masukan. Jadi itu tergantung Polri kalau mau perbaiki itu," pungkasnya. 

Sebelumnya LSM Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Kontrasw meminta Ombudsman RI mengawal secara khusus kasus pidana pembakaran hutan dan lahan di sejumlah tempat. Pasalnya Kepolisian Riau menerbitkan SP3 terhadap 11 perusahaan yang sempat disidik pada 2015 lalu. Beberapa perusahaan itu sempat disidik terkait kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau.

Baca: SP3 Karhutla

Titik Api

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengklaim kebijakan pemerintah berhasil menurunkan jumlah titik api di seluruh Indonesia. Siti menyebut program seperti pembentukan satgas dan patroli bersama di daerah rawan karhutla terbukti efektif.

Selain itu, ancaman pengambilalihan lahan perusahaan yang terbakar juga diklaim sukses menekan potensi kebakaran lahan. Siti juga mengakui penurunan titik api dipengaruhi oleh faktor cuaca.

"Tiap hari kan saya monitor terus, itu berlangsung terus.Setiap ada data hotspot dari data satelit, kita kasih tahu ke satgasnya. Langsung satgasnya turun ke provinsi, kabupaten, terus sampai ke kecamatan sampai ke desa, itu langsung bekerja," kata Siti seusai rakor di Kementerian Perekonomian, Kamis (11/8/2016).

"Juga ada kebijakan dari Bapak Presiden bahwa areal perusahaan kalau terjadi kebakaran diambil, itu juga ternyata cukup efektif. Karena sampai sekarang nggak kedengeran ada kebakaran di dalam hutan. Kecuali ada beberapa, tempo hari di bulan Maret-April, beberapa hektar, dan itu mereka sudah lakukan deklarasi dan perbaikan, atau langsung mematikan," lanjutnya.

Siti menambahkan, pemerintah terus melakukan tindakan pencegahan dan penanganan kebakaran hutan. Kata dia, tim satgas berhasil memadamkan api di Riau dengan melakukan pemboman air atau water bombing sedikitnya 40 kali. Selain itu, dilakukan juga hujan buatan sejak pertengahan Juli.

"Sampai dengan tanggal 9 Agustus, dari tanggal 27 Februari itu sudah dilakukan water bombing di Riau sebanyak 39,4 juta liter air. Selain itu juga modifikasi cuaca, hujan buatan, itu juga sudah dilakukan di Riau sejak 15 Juli, sebanyak 27 ton garam sudah ditabur," jelas Siti.

Selain di Riau, tim satgas juga menangani kebakaran yang sama di provinsi lain di Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan.

"Pesawat BNPB 3 unit di Sulsel ada dua lagi yang sudah ditaruh di Kalteng. Di Sumatera Selatan, sudah dilakukan water bombing sejak 12 Mei sebanyak 1,7 juta liter air,  kemudian di Sumatera Selatan, sudah ditabur 57 ton garam," tuturnya.

Menurut data KLHK hingga 9 Agustus, jumlah titik api di seluruh Indonesia menurun sekitar 62 persen dibanding tahun lalu. Di Riau, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat penurunan masing-masing sebanyak 82 persen, 96 persen, dan 79 persen.

Sementara, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menekankan pentingnya mengubah cara pandang dari memadamkan kebakaran menjadi mencegah kebakaran. Itu sebab kata dia dibutuhkan standar pencegahan kebakaran hutan.
 
"Pembahasan soal pencegahan kebakaran ini penting, karena setiap kali kebakaran sudah terjadi, kita nggak sanggup memadamkannya," kata Darmin dikutip dari rilis yang diterima KBR.

Pemerintah juga akan membuat strategi pencegahan antara lain dengan membuat sistem insentif/disinsentif, sistem peringatan dini dan SOP crisis center.

Sistem insentif/disinsentif diterapkan agar petani tidak lagi membuka lahan pertanian dengan membakar. Ini terutama untuk wilayah-wilayah rawan kebakaran dan lahan gambut.

Sistem peringatan dini bertujuan untuk mendeteksi dini adanya titik api atau kebakaran dan mendistribusikan informasi tersebut ke pihak terkait.

Sementara, SOP crisis center diterapkan ketika kebakaran tidak lagi mampu dipadamkan oleh masyarakat dan perusahaan.

Menurut Darmin, pencegahan kebakaran membutuhkan biaya besar, sebanding dengan kualitas standar yang akan diterapkan.

"Mulai dari kebutuhan untuk patroli, deteksi awal hingga infrastruktur di crisis center. Makin tinggi standar yang diterapkan, maka makin mahal biayanya," pungkas Darmin.  


Editor: Rony Sitanggang

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending