KBR, Jakarta- Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bakal mengkaji ulang realisasi penerimaan pajak tahun 2016 karena selama ini penerimaannya kerap meleset dari target. Sri mengatakan, saat ini beberapa sektor mengalami penurunan harga, sehingga berpengaruh pada pajak yang dibayarkan pada negara.
Sri berujar, dia bakal menunggu sampai September untuk mengevaluasi penerimaan pajak beserta penyebab meleset dari target.
"Hal yang di luar kontrol pemerintah, seperti harga komoditas yang turun karena memang pasar global, harus dimitigasi dengan langkah-langkah lain untuk meminimalkan dampaknya. Jadi, saya akan melihat sampai September, kemudian mengevaluasi berapa jumlah pendapatan yang bisa dimobilisir, sesudah kita lakukan seluruh kemampuan kita untuk mendapatkan penerimaan pajak," kata Sri di Jiexpo Kemayoran, Senin (01/08/26).
Sri mengatakan, kegiatan perekonomian di beberapa sektor yang menjadi penyumbang pajak terbesar tengah terbentur masalah harga yang turun. Sri menyebutkan, sektor itu adalah komoditas kelapa sawit dan aneka produk tambang. Sayangnya, kata Sri, pelemahan harga itu di luar kuasa pemerintah, karena penyebabnya dari faktor eksternal. Sehingga, dia akan mengevaluasi sektor lain yang bisa dimaksimalkan untuk mendorong penerimaan pajak.
Sri berujar, selain menggenjot penerimaan, dia juga bakal mengevaluasi belanja pemerintah. Kata dia, selain untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan, belanja untuk sektor lainnya masih bisa ditekan. Sri mengatakan, tujuan utamanya adalah untuk mengembalikan pertumbuhan ekonomi beserta kegiatan ekonomi produktif. Dengan demikian, anggaran untuk area yang diprioritaskan akan tetap terjaga.
Realistis
Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mendorong Menteri Keuangan Sri Mulyani menyusun ulang anggaran agar lebih realistis. Direktur INDEF Enny Sri Hartati menyatakan anggaran saat ini tidak masuk akal. Sebab, pemerintah mengalami penurunan pendapatan. Selain itu, pendapatan dari pengampunan pajak juga masih jauh dari harapan.
Kata dia, pemerintah perlu fokus pada program yang mendorong stimulus fiskal.
"Belanja pemerintah yang bisa berdampak pada stimulus fiskal. Pemotongan dilakukan kepada anggaran yang tidak berdampak pada stimulus fiskal," paparnya usai diskusi di Jakarta, Senin (1/8/2016) sore.
"Memang tidak ada wait and see antara kementerian, sehingga tidak ada delay. Kalau tidak ada delay, ini akan membuat mempengaruhi uang yang beredar di masyarakat dari belanja pemerintah," tambahnya.
Enny mengatakan, pemerintah dalam APBN-P kemarin memangkas anggaran 14 triliun. Namun, kata dia angka itu masih tidak realistis. Sebab, penerimaan pemerintah masih jauh dibanding termin yang sama tahun sebelumnya.
Realisasi penerimaan pajak hingga 30 Juni ini mencapai Rp. 518 triliun, lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp. 536 triliun.
Kata Enny, kebijakan berani semacam ini memerlukan sosok menteri keuangan yang tegas. Kata dia, Sri Mulyani adalah figur yang cocok.
“Kita butuh menteri yang bisa mengatakan tidak terhadap Jokowi,” katanya.
Editor: Rony Sitanggang