KBR, Jakarta- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) bersama para pemohon menyayangkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan terhadap UU No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM). Meski begitu, Wakil Koordinator Bidang Advokasi Kontras sekaligus Kuasa Hukum Pemohon, Yati Andriyani menghormati keputusan tersebut.
"Kita menyayangkan karena tidak semua petitum kita, tuntutan kita ditolak oleh majelis hakim. Tetapi kita juga sangat peduli atau respek terhadap beberapa pertimbangan majelis hakim yang memberikan beberapa rekomendasi bahwa memang dalam persoalan pelanggaran HAM berat telah terjadi ketidakpastian hukum. Yang mana itu merugikan hak-hak konstitusional para pemohon dalam hal ini adalah korban pelanggaran HAM berat," kata Yati Andriyani di Gedung MK Jakarta, Selasa (23/08/2016).
Majelis Hakim menilai persoalan dalam pasal 20 ayat 3 UU Pengadilan HAM terletak pada implementasi aturan itu. Pasal tersebut digugat karena terdapat frasa "kurang lengkap" yang dinilai pemohon menjadi penyebab tak kunjung tuntasnya kasus pelanggaran HAM masa lalu.
"Penyelesaian atau jalan keluar dalam hal terjadi perbedaan pendapat yang berlarut-larit antara penyelidik Komnas HAM dan Penyidik Jaksa Agung mengenai dugaan pelanggaran HAM berat, khususnya kelengkapan hasil penyelidikan," kata Anggota Hakim MK I Dewa Gede Palguna.
Yati juga mendesak Presiden Joko Widodo untuk membentuk pengadilan HAM melalui Keputusan Presiden (Keppres).
"Yang namanya presiden dia kepala negara, dia punya kewajiban menindaklanjuti. Dan ingat bahwa dalam UU No 26/2000 disebutkan misalnya pembentukan pengadilan HAM itu dibutuhkan Keppres," ujar Yati.
Yati juga mendesak presiden untuk berkomitmen menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu.
"Jaksa Agung bertanggungjawab kepada presiden, Komnas HAM juga bertanggungjawab ke presiden," tegas Yati.
Pasal itu digugat oleh orang tua korban kerusuhan Mei 1998 yakni, Paian Siahaan dan Yati Ruyati. Paian adalah ayah dari Ucok Munandar Siahaan korban penculikan dan penghilangan paksa aktivis 1998. Sedangkan Yati Ruyati adalah ibu dari Eten Karyana salah satu korban peristiwa 1998. Gugatan ini telah diajukan sejak satu tahun yang lalu.
Editor: Rony Sitanggang