"Kalau saya sudah deh (proses) hukum aja deh. Kan sekarang sudah mau keputusan MA. Buat saya kalau putusan memenangkan penggugat, tutup pabrik-pabrik itu. Enggak peduli ada yang 95 persen pun. Tapi sebaliknya, kalau gugatan ditolak ya pabrik harus ada. Finish. Soal review dan sebagainya kan ada Amdal sebagai kontrol. Soal Amdal ga percaya, kan sudah digugat. Makanya buktikan di persidangan,"ujar dia di Ancol, Jumat (5/8/2016).
Keputusan pemerintah memoratorium izin tambang karst ia nilai hanya mengulur waktu saja. Menurutnya, itu justru menimbulkan ketidakpastian karena warga Kendeng tetap menolak adanya pabrik semen.
"Itu hanya buying time aja, kasihan. Saya juga ga mau PHP."
Rabu (3/8/2016) lalu, warga Kendeng menyatakan bersyukur presiden menunda izin pertambangan. Moratorium itu dilihat sebagai sebuah harapan agar permintaan mereka untuk menutup pabrik semen di Kendeng bisa dikabulkan.
Namun, mereka juga mengatakan tidak akan berhenti menolak pabrik tersebut. Sukinah, salah seorang warga Kendeng, mengatakan dia bersama temannya akan terus melakukan aksi penolakan di tenda yang mereka bangun di Kendeng.
Sehari sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki mengatakan Presiden menunda seluruh izin tambang karst di Kendeng. Dia meminta agar pengadaan material bagi pabrik semen di kawasan itu dikaji ulang melalui Kajian lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Di sisi lain, pabrik tetap berjalan seperti biasa.
Ganjar mengusulkan penyelesaian konflik ini diserahkan pada proses hukum yang sedang berjalan untuk masing-masing pabrik.
"Rembang dan Pati. Pati gugatan menang, jadi tidak ada pabrik kan. Masalah tergugat lagi banding itu urusab lain juga. Kalau ga, ga selesai."(Mlk)